JMNpost.com | Pidie, - Dugaan kekerasan yang melibatkan Wakil Bupati Pidie Jaya terhadap Kepala Dapur MBG Yayasan Pionir di Gampong Sagoe, Kecamatan Trienggadeng, kini berkembang menjadi gelombang kemarahan publik setelah beredarnya rekaman CCTV yang memperlihatkan secara jelas insiden tersebut.
Dalam video berdurasi 1:30 detik itu, tampak seorang pria yang disebut sebagai Wakil Bupati melakukan tindakan kekerasan, sementara seorang pria berpakaian hitam dan celana hitam berusaha meleraikan.
Rekaman itu menyebar cepat di media sosial dan grup percakapan masyarakat. Publik pun sontak bereaksi keras, menilai bahwa peristiwa ini bukan lagi persoalan pribadi, melainkan cermin buruk perilaku kekuasaan yang arogan dan merendahkan martabat jabatan publik.
Ratusan komentar warganet membanjiri unggahan video tersebut. Banyak yang menuntut agar aparat kepolisian segera bertindak dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
“Kalaupun benar itu Wakil Bupati, tetap harus diproses hukum. Jangan cuma rakyat kecil yang ditindak,” ujar seorang warga setempat
Gelombang kecaman juga datang dari kalangan aktivis dan pemuda. Dedi Saputra, perwakilan Pemuda Pidie Jaya Anti Premanisme, menyebut tindakan itu sebagai bentuk penyimpangan moral dan etika jabatan.
“Kami mengecam keras segala bentuk kekerasan dan tindakan premanisme, apalagi jika dilakukan oleh pejabat publik. Kami menuntut aparat penegak hukum mengusut tuntas dugaan kekerasan ini dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu,” ujar Dedi, Kamis 30 Oktober 2025.
Menurut Dedi, perilaku tersebut menunjukkan krisis integritas dalam kepemimpinan daerah. Ia menegaskan, kekuasaan tidak boleh menjadi alat intimidasi.
“Pemimpin seharusnya melindungi rakyat, bukan menindas. Kalau ini dibiarkan, akan lahir budaya kekuasaan yang sewenang-wenang dan memalukan,” tambahnya.
Desakan publik kini mengarah ke aparat kepolisian agar segera melakukan penyelidikan sesuai Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Warganet dan aktivis juga meminta agar saksi dan korban yang terekam dalam video dipanggil secara terbuka tanpa tekanan.
Selain itu, lembaga etik pemerintahan daerah didorong untuk melakukan evaluasi terhadap perilaku pejabat publik, dan memastikan proses pemeriksaan dilakukan transparan di hadapan publik.
Beberapa organisasi masyarakat sipil di Pidie Jaya bahkan menyebut peristiwa ini sebagai
“tamparan keras bagi wibawa pemerintah daerah”. Mereka menilai, pembiaran terhadap kekerasan oleh pejabat publik akan menumbuhkan ketakutan di kalangan masyarakat kecil dan memperlemah kepercayaan terhadap institusi negara.
Kemarahan publik juga semakin meluas karena hingga kini belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya terkait beredarnya rekaman tersebut.
Di tengah tuntutan masyarakat, publik menunggu langkah konkret dari aparat penegak hukum, bukan sekadar klarifikasi.
Kasus ini kini menjadi ujian moral bagi penegak hukum dan pemerintah daerah: apakah keadilan masih berlaku sama untuk semua warga negara, atau kekuasaan justru menjadi tameng bagi tindakan semena-mena.

Post a Comment