Bisnis Sulfur BLOK - A Rugikan Daerah Penghasil, PT. ATEM Sebaiknya Ambil Alih Hak Kelola


Penulis : Masri, SP (Penggiat Sosial) 

Upaya restrukturisasi PT ATEM (Aceh Timur Energi dan Mineral) yang merupakan bagian dari Badan Usaha Milik Daerah(BUMD) Pemerintah Aceh Timur yang bergerak di bidang usaha energi dan mineral, menjadi fase baru untuk bangkit dalam upaya menggarap potensi bisnis sumber daya alam.

Seperti diketahui, PT ATEM yang sempat mati suri dalam kurun waktu satu dekade, kini dibawah direksi yang baru, bahkan beberapa hari yang lalu dilantik oleh Bupati Aceh Timur Iskandar Usman Al-Farlaky diharapkan akan menjadi spirit besar dalam mengarap sumber daya alam yang akan menjadi sumber tambahan Pendapatan Asli Daerah(PAD).

Disamping peluang bisnis pada pengelolaan ribuan sumur minyak rakyat di Aceh Timur, seiring kebijakan pemerintah pusat melalui Kementrian Energi Sumber Daya dan Mineral(ESDM) akan melegalisasikan sumur minyak rakyat. Banyak peluang bisnis yang bisa di manfaatkan terutama dalam membangun kemitraan dengan PT. Medco E&P Malaka. Selaku Kontraktor Kontrak Kerja Sama(KKKS) pada Wilayah Kerja ekplorasi gas alam di Blok A.

Dalam hal ini, Pemkab Aceh Timur bersama Direksi PT ATEM dapat mendorong keterlibatan daerah untuk mendapatkan peluang penyertaan modal melalui komitmen Partisipatif Interest(PI) sebesar 10 persen dari total nilai investasi PT Medco E&P Malaka sebesar 85 persen.

Selain peluang penyertaan modal melalui komitmen PI sebesar 10 persen, PT ATEM juga dapat mengambil alih kelola limbah sulfur yang selama ini dikontrakkan kepada PT Pembangunan Aceh (PEMA).

Mengambil alih kelola/kontrak sulfur oleh PT ATEM tentu sangat beralasan sebagai bentuk pemberdayaan potensi lokal.serta memberikan kesempatan terhadap BUMD Aceh Timur yang akan dampak terhadap sumber fiskal dari hasil kekayaan alam Aceh Timur, baik dari perolehan deviden serta penerimaan pajak untuk daerah.

Bila merujuk pada kontrak sulfur antara PT Medco E&P Malaka dengan PT PEMA, sangat merugikan Aceh Timur sebagai daerah penghasil, apalagi nilai sulfur tidak masuk dalam skema hitungan Dana Bagi Hasil(DBH).

Kabarnya, setiap bulan menghasilkan lebih kurang 800 ton sulfur dari limbah gas PT Medco di blok A. dengan nilai penjualan 150 USD per ton kepada buyer di Sulaweisi yang dimuat melalui pelabuhan Kuala Langsa. Sementara nilai kontrak dengan PT Medco sebesar 20 USD/ton.

Harga sulfur bisa bernilai lebih mencapai 250 USD bila memiliki kemampuan untuk mengolah sulfur menjadi bahan setengah jadi, tentu keuntungan yang didapat lebih signifikan, apalagi bila Pemerintah Daerah mampu menyiapkan pelabuhan di Aceh Timur sebagai akses angkutan dan muatan sulfur akan menciptakan lapangan kerja terhadap putra daerah.

Informasinya tahap pertama PT PEMA telah menjual sulfur yang berasal dari Medco ke pihak buyer di Sulaweisi mencapai 4000 ton lebih, yang di angkut melalui Pelabuhan Kuala Langsa, seharusnya potensi bisnis daerah penghasil semestinya menguntungkan daerah.

Post a Comment

Previous Post Next Post