Pulau Sudah Sah Milik Sumut, DPRD Tantang Aceh Lewat Jalur Hukum

Ketua DPRD Sumatra Utara Erni Ariyanti

JMNpost.com | Medan, - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara, Erni Ariyanti, menyatakan komitmennya untuk mendukung penuh langkah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam mempertahankan empat pulau yang kini menjadi polemik batas wilayah dengan Provinsi Aceh.

Empat pulau tersebut, Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. ditetapkan sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025.

"Ya, kita harus mempertahankan juga ya. Kita tunggu saja hasil diskusi dari pemerintah," ujar Erni Ariyanti saat ditemui di Gedung DPRD Sumut, Kamis (12/6/2025).

Pemerintah Aceh menanggapi keputusan ini dengan menyatakan akan menempuh jalur hukum. Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sedang disiapkan demi membatalkan keputusan Mendagri yang dinilai merugikan kepentingan wilayah Aceh Singkil.

Erni menanggapi santai rencana gugatan tersebut. Ia menyebut bahwa Sumatera Utara juga memiliki hak yang sama dalam menjaga dan mempertahankan wilayahnya sesuai penetapan resmi dari pemerintah pusat.

"Itu hak mereka. Kalau memang Aceh ingin menggugat ke PTUN, silakan saja. Tapi kami di Sumut juga wajib menjaga wilayah kami," tegas Ketua DPRD Sumut itu.

Wacana pengelolaan bersama sempat mengemuka sebagai solusi kompromi, namun Erni menegaskan bahwa keputusan administratif yang telah sah harus tetap dihormati. Menurutnya, Sumatera Utara akan tetap mempertahankan posisi sebagaimana yang ditetapkan Mendagri.

Di Aceh, sejumlah tokoh masyarakat Aceh Singkil dan aktivis wilayah perbatasan menyuarakan penolakan. Mereka menganggap keputusan tersebut tidak mencerminkan realitas historis, geografis, maupun identitas sosial masyarakat yang selama ini lebih lekat dengan Aceh.

Sementara itu, Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut disebut telah menjalin komunikasi untuk meredam ketegangan di lapangan. Pemerintah pusat pun diminta turun tangan mengawasi proses penyelesaian agar tidak memicu gesekan antarmasyarakat.

Sejumlah pihak menilai bahwa penyelesaian masalah batas wilayah seharusnya dilakukan secara partisipatif, transparan, dan berbasis data lapangan, bukan semata-mata keputusan administratif dari atas.

Sengketa ini pun membuka kembali wacana perlunya revisi mekanisme penetapan batas wilayah antarprovinsi di Indonesia.

Post a Comment

Previous Post Next Post