JMNpost.com | Aceh Timur Ketua Aliansi Wartawan Aceh Independen (AWAI) Aceh Timur, Dedi Saputra, mengimbau para wartawan di wilayahnya agar lebih selektif dalam memilih dan mempublikasikan berita, terutama yang berbau pencitraan.
Dalam pernyataan yang disampaikan melalui status WhatsApp pribadinya pada Kamis, 5 Juni 2025, Dedi menegaskan bahwa media seharusnya berpihak kepada kepentingan publik, bukan menjadi alat promosi sepihak untuk kelompok tertentu yang bahkan tidak menghargai kerja wartawan.
“Saya cuma ingin rekan-rekan wartawan menaikkan berita yang bermanfaat untuk kita dan masyarakat,” tulisnya.
Pernyataan Dedi muncul di tengah keresahan sebagian wartawan lokal terkait praktik “pilih-pilih media” yang dilakukan oleh sejumlah pihak berkepentingan, terutama instansi pemerintah dan perusahaan swasta. Mereka dinilai hanya menggandeng media tertentu, sementara media lainnya diabaikan, meski telah lama menjalankan tugas-tugas jurnalistik di lapangan.
“Ngapain naikkan berita pencitraan, sedangkan orang-orang tersebut malah memilah-milah awak media,” tegas Dedi.
Lebih lanjut, ia menyoroti pola komunikasi beberapa instansi di Aceh Timur yang belakangan ini hanya mengirimkan siaran pers atau press release tanpa pernah menggelar konferensi pers terbuka. Menurutnya, pola seperti itu tidak mencerminkan transparansi dan melemahkan peran media sebagai pilar keempat demokrasi.
“Sekarang banyak instansi yang kirim rilis saja, tanpa konferensi pers. Wartawan hanya dijadikan tukang salin dan sebar, bukan diajak berdiskusi. Ini bukan cara yang sehat dalam membangun hubungan dengan media,” ujarnya saat dihubungi terpisah oleh JMNpost.com.
Dedi menekankan bahwa wartawan bukan penyambung lidah sepihak dari institusi manapun. Ia mengajak rekan-rekannya untuk menolak narasi yang hanya menampilkan sisi manis kekuasaan tanpa memberi ruang kritik maupun klarifikasi terhadap isu yang berkembang di masyarakat.
“Jujur saya bilang, jika awak media khususnya di Aceh Timur kompak dan bersatu, tidak akan ada yang sanggup membendung,” tandasnya.
Pernyataan Dedi ini langsung menjadi bahan diskusi hangat di kalangan wartawan lokal. Beberapa menyebutnya sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi informasi yang dikendalikan oleh pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan media untuk kepentingan sesaat.
Seorang jurnalis dari salah satu media daring lokal yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa banyak instansi hanya menjadikan media sebagai alat formalitas. “Kita datang ke lapangan, bikin liputan investigatif, eh mereka malah kasih panggung ke media lain yang datang belakangan karena dianggap ‘dekat’. Ini realitas pahit di lapangan,” katanya.
Sikap Dedi mencerminkan keresahan kolektif awak media di Aceh Timur, sekaligus mengingatkan bahwa fungsi pers tidak boleh diturunkan derajatnya menjadi sekadar perpanjangan tangan humas institusi.
Post a Comment