Konflik Bumi Flora Kian Panas, Jaka: Bukan Bagi Hasil, Tapi Jebakan

JMNpost.com | Aceh Timur, - Konflik antara warga dan PT Bumi Flora di Aceh Timur kembali menggelora. Setelah sekian lama bersabar, masyarakat kini menuntut pengukuran ulang HGU perusahaan sawit tersebut. Pasalnya, skema-skema kelola lahan yang belakangan muncul dinilai semakin ngawur dan menyudutkan masyarakat.

Zakaria alias Bung Jaka, Koordinator Media Propaganda Mualem Center Aceh Timur, menyebutkan, sejumlah koperasi rekanan perusahaan mulai mengklaim lahan garapan masyarakat sebagai bagian dari cadangan HGU dan akan dijadikan proyek plasma.

“Ini aneh bin ajaib. Lahan yang dikerjakan masyarakat tiba-tiba diaku sebagai areal cadangan perusahaan. Lalu dikemas jadi program plasma. Tapi lucunya, masyarakat justru disuruh berutang untuk menggarap lahannya sendiri,” tegas Bung Jaka saat ditemui di Idi Rayeuk, Rabu (11/6).

Menurutnya, model seperti ini bukan solusi, melainkan skema penjeratan ekonomi baru. “Masyarakat tak hanya kehilangan tanah, tapi malah dibebani utang. Ini bukan kemitraan, ini penghisapan dengan jubah koperasi. Apalagi prosesnya tidak transparan. Siapa yang dapat, siapa yang tidak nggak ada keterbukaan sama sekali,” ujarnya.

Lebih lanjut, Jaka menegaskan bahwa perusahaan wajib menyediakan 20–30 persen dari total HGU untuk program plasma. Namun dalam praktiknya, hal itu tidak pernah direalisasikan secara benar. “Yang ada malah mengklaim lahan rakyat sebagai bagian dari plasma. Ini membalik logika hukum dan keadilan,” katanya.

Selain soal lahan, Jaka menyoroti masalah lingkungan hidup dan fasilitas umum yang digarap sepihak. Ia mengungkapkan, PT Bumi Flora dituding telah melakukan penanaman sawit di sekitar sumber air yang di gunakan oleh masyarakat di beberapa kecamatan, mengancam keberlanjutan kebutuhan air bersih warga.

“Mereka tanam sawit persis di pinggir sumber air yang sehari-hari digunakan masyarakat. Itu jelas pencemaran. Perusahaan ini makin hari makin tidak punya etika lingkungan,” ujarnya geram.

Tak hanya itu, jalan umum di kawasan Simpang Dama Lupon yang dulunya dibangun swadaya oleh warga, kini diklaim dan digunakan penuh oleh perusahaan untuk mobilisasi hasil perkebunan. Namun, tidak ada kontribusi perawatan dari pihak korporasi.

“Itu jalan dibangun pakai tenaga, uang, dan gotong royong masyarakat. Sekarang dipakai perusahaan tanpa rasa tanggung jawab. Satu lubang pun tidak ditambal. Ini namanya pemanfaatan sepihak yang menginjak martabat warga,” sindirnya.

Dengan sederet persoalan yang terus menumpuk, Bung Jaka mendesak pemerintah pusat dan daerah agar segera turun tangan.

“Cukup sudah sandiwara ini. Kalau negara memang tidak berpihak ke rakyat, jangan lagi pura-pura netral. Ukur ulang HGU PT Bumi Flora. Luruskan batasnya, dan kembalikan hak-hak masyarakat,” serunya.


Ia juga menegaskan bahwa pihaknya akan terus melakukan pendampingan terhadap warga hingga konflik ini benar-benar selesai. 


“Masyarakat Aceh Timur bukan kelas dua. Kami akan lawan kebijakan yang tidak adil. Tapi perjuangan ini tetap damai. Kita jaga kekompakan dan disiplin,” pungkasnya.

Post a Comment

Previous Post Next Post