JMNpost.com | Aceh Timur, – Aset perkebunan sawit milik daerah seluas ribuan hektare yang dikelola dua BUMD Pemerintah Kabupaten Aceh Timur kini jadi sorotan. Pasalnya, dua perusahaan pelat merah ini PT Beurata Maju dan PT Wajar Corpora diduga lama menjadi ‘properti gelap’ yang dimanfaatkan segelintir pihak tanpa kontrol publik maupun pertanggungjawaban anggaran.
dikutip SuaraIndonesia-News.com 13/6/ 2025, yang mengungkap lemahnya kontribusi dua perusahaan tersebut terhadap kas daerah selama bertahun-tahun. Dalam kurun waktu yang cukup panjang, perusahaan-perusahaan ini nyaris tidak menyumbang sepeser pun untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Setoran terakhir dari PT Beurata Maju tercatat pada tahun 2016 sebesar Rp100 juta. Itu pun dari CV Dirajawalina sebagai mitra kerja,” kata Kepala Bidang PAD BPKD Aceh Timur, Nazaruddin, Kamis (12/6/2025) kemarin. Sementara PT Wajar Corpora terakhir menyetor pada 2017 sebesar Rp50 juta. Setelah itu? Nol Besar.
Selama bertahun-tahun, kedua BUMD ini seperti kapal bocor yang ditinggal nahkodanya. Tidak ada kontrak kerja yang diperpanjang, tidak ada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dan yang lebih memprihatinkan, tidak ada langkah konkret dari Pemkab untuk mengambil alih kendali dan menyelamatkan aset.
Mantan Direktur PT Beurata Maju, Darwin Eng, menyebut bahwa saat dirinya mulai menjabat periode 2022–2024, seluruh aset dan kegiatan operasional perusahaan masih dikuasai CV Dirajawalina, mitra lama yang seharusnya sudah tidak punya wewenang.
“Rekening perusahaan saja masih atas nama pihak lama. Tidak pernah ada serah terima,” ungkap Darwin. Ia bahkan diminta Pemkab Aceh Timur untuk menyurati CV tersebut agar kontrak diputus, namun hingga akhir jabatannya, lahan sawit dan hasil panen tetap dikelola pihak lama.
Artinya, selama lebih dari lima tahun, hasil sawit di atas lahan milik daerah ‘dipanen diam-diam’ tanpa pengawasan dan tanpa kontribusi ke kas daerah.
PT Beurata Maju memiliki HGU seluas 2.000 hektare, dan PT Wajar Corpora mengelola 2.400 hektare. Namun dari total luas tersebut, hanya sekitar 400 hektare yang masih tergolong produktif. Sumber menyebutkan, sebagian lahan lainnya mengalami kerusakan akibat kelalaian dan konflik kepentingan internal.
Puncaknya, Kejari Aceh Timur menaikkan status kasus PT Beurata Maju ke tahap penyidikan pada Mei 2025. Kepala Kejari Lukmanul Hakim mengungkapkan adanya indikasi penyimpangan prinsip tata kelola dan kerugian negara dalam pengelolaan perusahaan.
Namun publik justru bertanya-tanya: Mengapa penyidikan hanya menyasar periode tertentu? Apakah hanya aktor baru yang diproses, sementara pemain lama yang sudah menikmati hasil sawit bertahun-tahun tetap aman?
Kecurigaan pun berkembang bahwa penegakan hukum dalam kasus ini setengah hati, dan tidak menyentuh akar masalah yang sebenarnya yaitu, kemungkinan persengkongkolan antara pejabat lama, mitra swasta, dan oknum penguasa daerah.
Post a Comment