IPNU Aceh Timur: Ketika Negara Tak Lagi Tahu Batas dan Etika

 


JMNpost.com | Aceh Timur, - Keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia yang memindahkan empat pulau dari Aceh ke Sumatera Utara dinilai sebagai tamparan keras terhadap logika konstitusi dan penghinaan terang-terangan terhadap nalar publik. Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Aceh Timur menyebut langkah tersebut sebagai keputusan absurd yang lahir dari birokrasi yang kehilangan akal sehat.

Empat pulau yang dicabut dari wilayah Aceh itu—Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang—secara historis, geografis, dan administratif berada dalam wilayah Kabupaten Aceh Singkil. Namun kini, secara sepihak, pemerintah pusat menyatakan keempatnya masuk ke dalam wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara.

“Kami tidak sedang kehilangan pulau. Kita sedang kehilangan nalar negara. Ini bukan urusan batas wilayah, ini urusan batas kewarasan,” ujar Ketua IPNU Aceh Timur, Tamzil, Rabu (4/6/2025).

Menurut IPNU, keputusan ini tidak hanya menabrak Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), tetapi juga mengangkangi prinsip-prinsip kedaulatan daerah yang selama ini diagung-agungkan oleh negara sendiri. “Kalau logika pemerintahan begini terus, kita bukan menuju negara hukum, tapi negara kebetulan,” tambah Tamzil.

IPNU Aceh Timur mempertanyakan keberadaan Pemerintah Aceh dalam pusaran isu ini. Mereka menilai Pemerintah Aceh, baik eksekutif maupun legislatif, terlalu nyaman dalam diam, seperti sedang menganggap ini urusan kecil, padahal yang dipertaruhkan adalah kedaulatan.

“Apa perlu kami bertanya, Pemerintah Aceh itu masih ada atau sudah berubah jadi akun museum sejarah?” sindir Tamzil.

IPNU menegaskan, kalau hari ini negara bisa begitu mudah mencoret empat pulau dari peta Aceh, maka besok bisa saja mencoret gunung, sungai, bahkan ingatan.

“Ini bukan cuma soal gugusan tanah di lautan, ini tentang hak untuk tetap diakui sebagai bagian dari sejarah dan identitas Aceh.”

Sebagai bentuk sikap, IPNU Aceh Timur mengajak seluruh elemen pemuda, mahasiswa, hingga organisasi masyarakat sipil untuk tidak tinggal diam. Mereka juga mendorong Pemerintah Aceh agar segera mengambil langkah hukum dan diplomatik yang jelas, bukan sekadar pernyataan lembut yang tak menyentuh akar masalah.

“Kami akan menggelar diskusi publik dan kampanye digital agar rakyat Aceh tahu bahwa wilayahnya sedang dirampas secara senyap, oleh negara yang katanya demokratis, tapi gemar main culik peta,” pungkas Tamzil.

Bagi IPNU Aceh Timur, ini bukan sekadar konflik wilayah, tapi cermin bahwa nalar pemerintah sedang kabur dari tugasnya. “Kalau pemerintah pusat terus begini, jangan salahkan rakyat kalau mulai mempertanyakan: negara ini masih punya arah atau hanya berputar di lingkaran kekuasaan kosong?” ujar Tamzil.

Reporter: Andri

Post a Comment

Previous Post Next Post