JMNpost.com | Aceh Timur, - Dua unit rumah warga di Desa Seuneubok Saboh, Kecamatan Pante Bidari, Kabupaten Aceh Timur, ambruk pada Selasa (10/6). Peristiwa ini diduga kuat berkaitan dengan maraknya aktivitas penyedotan pasir ilegal yang menggila di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Arakundoe.
Pantauan JMNpost.com di lapangan memperlihatkan kondisi abrasi yang sangat parah di sempadan sungai. Puluhan titik penyedotan pasir liar beroperasi tanpa kendali, menggali tanpa izin, mengeruk tanpa rasa bersalah. Jika tak segera dihentikan, bukan hanya rumah warga yang akan ambruk satu per satu, tapi juga lahan kebun, fasilitas umum, bahkan jembatan bisa ikut lenyap ditelan arus.
Data di lapangan menyebutkan, aktivitas ilegal ini terjadi di berbagai desa dalam Kecamatan Pante Bidari, seperti Seuneubok Saboh, Alue Ie Mirah, Seuneubok Tuha, dan Buket Bata. Sementara di Kecamatan Simpang Ulim, sedotan pasir terdeteksi di Desa Teupin Breuh. Di Kecamatan Julok, penambangan liar menyasar Desa Blang Gleum dan Tanjong Tok Blang.
Tak hanya Aceh Timur, DAS Arakundoe yang membentang ke wilayah Kabupaten Aceh Utara juga digerogoti. Di Kecamatan Langkahan, penyedotan pasir secara ilegal ditemukan di Desa Pante Aki Balee dan Simpang Tiga.
Menurut keterangan sejumlah warga, abrasi DAS Arakundoe sudah berlangsung lama dan makin mengganas. Di Desa Pante Rambong, abrasi sebelumnya telah memutus jalan antar desa sepanjang 100 meter. Pemerintah terpaksa mengalihkan jalan dengan membebaskan lahan masyarakat.
“Dulu jalan itu longsor habis, sekarang sudah digeser. Tapi penyebabnya tetap sama: sedotan pasir liar,” ungkap seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Ia juga menyebut, puluhan hektar lahan perkebunan warga di sepanjang sungai telah hilang karena kikisan arus yang makin tak terkendali.
“Tanah kebun kami hilang sedikit demi sedikit. Sekarang tinggal kenangan,” keluhnya.
Lebih parah lagi, jembatan penghubung Desa Seuneubok Saboh disebut sudah dalam kondisi rawan ambruk. Lokasi sedotan pasir tepat berada di sisi jembatan, dan struktur jembatan terlihat mulai miring.
“Kalau dibiarkan, jembatan ini juga akan menyusul ambruk. Jangan karena beberapa orang cari makan dari sedotan pasir, lalu semua masyarakat harus menanggung bencana,” tegas seorang sumber yang mengetahui aktivitas ilegal tersebut.
Selain di Pante Bidari, abrasi juga meluas di wilayah Simpang Ulim. Di Desa Teupin Breuh, tanggul penahan banjir hampir jebol karena kikisan air. Sedangkan di Desa Lueng Angen, tepatnya di belakang kompleks dayah, abrasi terus menggerogoti tepian sungai.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tindakan nyata dari pemerintah daerah atau aparat penegak hukum untuk menghentikan aktivitas galian C ilegal yang diduga menjadi penyebab utama kerusakan lingkungan tersebut. Warga berharap pemerintah tak terus berpangku tangan, sebelum lebih banyak nyawa dan harta benda menjadi korban keserakahan segelintir pelaku tambang liar.
(Red)
Post a Comment