JMNpost.com | Aceh Timur Penunjukan notaris dalam program pembentukan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Timur diduga kuat sarat intervensi dan menabrak rekomendasi resmi Ikatan Notaris Indonesia (INI). Temuan JMNpost.com mengungkap bahwa Notaris Ema Emelia, yang tidak masuk dalam daftar notaris yang direkomendasikan oleh INI, justru memperoleh jatah terbanyak dalam pembagian kuota pembuatan akta koperasi.
Dalam rapat koordinasi pada 20 Mei 2025 di Aula Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UKM Aceh Timur, hanya dua notaris yang diumumkan akan menangani legalisasi akta koperasi dari 513 gampong, yakni Ema Emelia dan Faisal. Dari total tersebut, Ema menguasai 406 gampong di 17 kecamatan—sekitar 79%, sementara Faisal hanya menangani 107 gampong di 7 kecamatan.
Namun berdasarkan data yang diperoleh JMNpost.com, Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebenarnya hanya merekomendasikan empat nama untuk program tersebut:
1. Faisal – 250 gampong
2. Syafwatun – 80 gampong
3. Neti Sumiati – 100 gampong
4. Yuselina – 83 gampong
Ironisnya, dari keempat nama tersebut, hanya Faisal yang berdomisili dan berpraktik di Aceh Timur. Tiga lainnya diketahui bukan notaris Aceh Timur. Sedangkan Ema Emelia, yang berkantor di Gampong Lhok Dalam, Kecamatan Peureulak, sama sekali tidak masuk dalam rekomendasi awal INI.
Seorang sumber internal yang enggan disebutkan namanya mengungkap bahwa Ema sempat melayangkan protes ke Dinas Koperasi karena namanya tidak tercantum dalam rekomendasi. Menariknya, setelah komplain tersebut, nama Ema justru masuk dan langsung mendapatkan porsi kuota terbanyak. Hal ini memicu kecurigaan adanya intervensi dinas dan penyalahgunaan wewenang dalam pendistribusian tugas yang seharusnya mengikuti standar profesional dan kelembagaan.
Ketika dikonfirmasi ulang pada 10 Juni 2025 via pesan WhatsApp, Plt Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UKM Aceh Timur, Muslim Z, S.Pd, M.Pd, hanya membaca pesan tanpa memberikan respons. Sebelumnya, pada 2 Juni 2025, Muslim menyebut bahwa
"semua notaris yang membuat akta koperasi harus memiliki NPAK dan mendapat surat tugas dari INI." Pernyataan tersebut kini terasa janggal, mengingat penunjukan Ema Emelia yang justru tidak berasal dari daftar tersebut.
Distribusi kuota yang janggal ini juga berdampak pada efektivitas pelayanan. Faisal, yang berkantor di Idi Rayeuk, justru ditugaskan untuk melayani wilayah terpencil seperti Serbajadi, Simpang Jernih, Sungai Raya, dan Penaron. Sedangkan Ema Emelia mendapat jatah wilayah lebih luas
“Kalau dasarnya percepatan, kenapa tidak dibagi berdasarkan peta geografis dan domisili notaris?” ujar seorang keuchik yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Pemerintah Kabupaten Aceh Timur menargetkan legalisasi seluruh koperasi selesai sebelum 31 Juni 2025. Namun dengan dugaan pengabaian rekomendasi INI dan pembagian kuota yang timpang serta sarat kepentingan, program ini terancam kehilangan legitimasi moral maupun administratif.
Beberapa tokoh koperasi bahkan menyebut langkah dinas ini sebagai bentuk
"pembajakan kebijakan publik oleh lobi-lobi tertutup." Mereka menuntut transparansi penuh soal proses penunjukan notaris, mekanisme penambahan nama di luar daftar INI, dan evaluasi ulang pembagian kuota demi asas keadilan.
JMNpost.com masih terus berusaha mendapatkan konfirmasi resmi dari pihak INI Wilayah Aceh dan Dinas Koperasi Aceh Timur. Jika temuan ini terbukti, bukan hanya kredibilitas birokrasi daerah yang dipertaruhkan, tetapi juga nama baik lembaga koperasi sebagai ujung tombak ekonomi desa.
(Redaksi)
Post a Comment