Bantuan Menggantung, Harapan Rakyat Digantungin



JMNpost.com | Aceh Timur, - Di sudut sebuah warung sederhana yang lebih mirip pos ronda, Fatimah (38) duduk menatap layar HP-nya yang retak di pojok kiri. Sudah lebih dari tiga bulan, notifikasi dari Baitul Mal tak juga muncul. Padahal waktu mendaftar dulu, ia rela begadang sampai sahur hanya untuk upload foto KTP dan warungnya yang berdinding karung bekas.

“Saya pikir, kalau yang ngurus ini bukan Baitul Mal tapi mantan saya, mungkin kabarnya sudah sampai. Minimal bilang: kamu gagal. Tapi ini? Sunyi. Seperti chat kita yang dibaca doang tapi gak dibalas,” katanya, setengah pasrah, setengah mengutuk sinyal harapan yang makin lemah.

Fatimah adalah satu dari ribuan warga Aceh Timur yang ikut mendaftarkan diri dalam program Bantuan Usaha Individu dari Baitul Mal Aceh (BMA). Program ini viral pada Maret 2025 lalu. Siapa pun yang punya usaha, asal bukan usaha tipu-tipu seperti "jualan followers" bisa mendaftar lewat situs s.id/usaha-individu-2025. Janjinya manis: Rp3 juta per orang, untuk 6.666 penerima se-Aceh, dengan total anggaran Rp20 miliar, semua dari dana infak.

Tapi seperti banyak janji manis lainnya, yang satu ini juga belum jelas nasibnya.


Sejak ditutupnya pendaftaran pada 15 Maret 2025, masyarakat menanti-nanti pengumuman hasil seleksi. Tapi hingga hari ini, tidak ada satu pun informasi resmi yang keluar dari pihak BMA. Seolah-olah yang daftar itu bukan manusia, tapi QR code.

Munawar (45), tukang tambal ban di Desa Alue Gantung, bahkan sampai mimpi didatangi panitia Baitul Mal yang membawa uang. Sayangnya, pas bangun, yang dibawakan istrinya cuma segelas kopi pahit dan realita getir.

“Saya kira bantuannya sudah jalan. Eh, ternyata yang jalan cuma status WhatsApp tetangga yang sok tahu dan bilang saya gak mungkin dapat karena tampang saya kurang dermawan,” ujar Munawar sambil tertawa hambar.

Ia mengaku saat daftar, ia jujur mengisi formulir online. “Tapi kok sekarang rasanya kayak saya ikutan audisi Indonesian Idol, udah nyanyi sepenuh hati, tapi gak tahu siapa jurinya, dan apakah saya fals atau tidak.”


Dedi Saputra, SH, seorang pemerhati sosial yang mulai bosan mengkritik dengan nada sopan, menyarankan agar Baitul Mal lebih manusiawi.

“Kalau memang gak lolos, bilang aja. Kirim pesan WA, email, atau bikin pengumuman. Jangan biarkan rakyat ini terus-terusan refresh browser sampai jempolnya encok. Ingat, ini bukan aplikasi CPNS, ini bantuan infak—yang katanya dari umat, untuk umat,” ucap Dedi, dengan nada yang mulai naik satu oktaf.

Ia menilai, transparansi adalah kunci. “Masyarakat kita sudah dewasa. Dikasih tahu gagal juga bisa terima, asal jangan digantung kayak layangan putus.”

Menurut Dedi, terlalu banyak program yang bagus di atas kertas tapi hancur dalam pelaksanaan. “Padahal ini dananya Rp20 miliar. Bisa beli satu kecamatan kalau dikonversi jadi mi instan.”


Entah kenapa, hingga berita ini diturunkan, tak ada satu pun kabar dari BMA soal kelanjutan program. Beberapa orang mulai berseloroh, jangan-jangan “Baitul Mal” kini berubah jadi “Baitul Malu” karena malu memberi kabar.

Ada juga yang usul, mungkin panitia sedang ikut pelatihan “cara menghindar dari ekspektasi publik secara elegan”.

Di sisi lain, publik menaruh harap. Program ini sangat dibutuhkan, terutama bagi rakyat kecil yang bukan konglomerat TikTok. Mereka yang benar-benar butuh tambahan modal, bukan untuk beli iPhone 15, tapi untuk beli tepung, minyak goreng, atau pompa ban bekas.

Fatimah bahkan bilang, “Kalau dapat 3 juta, saya bisa beli oven. Biar kue saya gak gosong terus. Kalau gak dapat, ya tetap jual juga, tapi setengah hangus. Namanya juga usaha.”


Program bantuan ini lahir dari dana infak—hasil kepercayaan masyarakat Aceh kepada lembaga zakat. Tapi bila pengelolaannya kabur, komunikasinya hening, dan penyalurannya seperti misteri, maka rakyat akan belajar satu hal: percaya itu mahal, kecewa itu gratis.

“Bantuan sejatinya bukan hanya tentang uang. Tapi tentang rasa dihargai. Rasa dianggap ada. Bukan sekadar angka di spreadsheet panitia,” kata Munawar, sambil mengecek WhatsApp-nya yang tetap nihil notifikasi dari Baitul Mal.

Jadi, buat panitia di BMA yang terhormat, jika tak bisa beri bantuan, setidaknya beri kejelasan. Jangan sampai warga berpikir, yang kalian beri bukan modal usaha, tapi latihan kesabaran.

Post a Comment

Previous Post Next Post