Pusat Rampas Tanah Aceh? Haji Uma Bongkar Fakta Sejarah yang Dihapus

JMN


JMNpost.com | 
Jakarta Anggota Komite I DPD RI asal Aceh, H. Sudirman alias Haji Uma, kembali mengecam keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menetapkan empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil masuk ke dalam wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Ia menyebut keputusan tersebut tidak hanya mencederai sejarah, tapi juga mengabaikan aspirasi rakyat Aceh yang sudah bertahun-tahun disuarakan tanpa hasil.

Empat pulau yang dimaksud, Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang. ditegaskan Haji Uma secara historis merupakan bagian dari Aceh. Namun, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang diteken 25 April 2025 secara resmi mengubah status keempat pulau tersebut menjadi bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

"Ini bukan isu baru. Sejak 2017 saya sudah berkali-kali menyurati Mendagri, membawa aspirasi rakyat Aceh. Tapi hingga kini tak pernah ada tindak lanjut yang serius. Bahkan ketika Aceh diminta membawa data pendukung, itu pun diabaikan. Akhirnya Kemendagri tetap menetapkan pulau-pulau itu ke Sumut. Ini keputusan sepihak," tegas Haji Uma dalam keterangannya, Rabu (28/5/2025).

Lebih lanjut, Haji Uma menilai pemerintah pusat, khususnya Kemendagri, telah bersikap tidak adil dan mengabaikan fakta sejarah. Menurutnya, sejak 17 Juni 1965, empat pulau tersebut telah menjadi bagian dari Aceh dan dihuni oleh masyarakat Aceh. Ia juga mengungkapkan bahwa pada tahun 2012, Pemerintah Aceh telah mengucurkan anggaran untuk membangun tugu dan rumah singgah nelayan di pulau-pulau tersebut.

"Jelas secara historis dan administratif, itu wilayah Aceh. Kok bisa tiba-tiba dicaplok begitu saja oleh Sumut? Ini bukan sekadar soal administrasi, ini menyangkut harga diri daerah," katanya dengan nada geram.

Haji Uma juga menyebutkan bahwa upaya serupa telah dilakukan oleh Gubernur Aceh saat itu, Nova Iriansyah, yang berkali-kali menyurati Kemendagri pada 2018. Namun, semua surat tersebut tampaknya hanya menjadi tumpukan arsip di meja birokrat pusat yang tak peduli pada suara daerah.

Ia menuding bahwa konflik tapal batas ini tak ubahnya "api dalam sekam" yang bisa menyulut ketegangan antardaerah jika terus dibiarkan. “Jangan salahkan rakyat Aceh kalau mereka merasa wilayahnya dirampas secara paksa oleh negara. Pemerintah pusat harus bijak dan membuka ruang dialog, bukan malah menutup mata dan telinga,” ujar senator asal Aceh itu.

Haji Uma mendesak agar Keputusan Mendagri terbaru itu segera ditinjau ulang secara menyeluruh dan objektif. Ia menegaskan bahwa rakyat Aceh tidak akan tinggal diam melihat tanah mereka diklaim begitu saja oleh provinsi lain melalui keputusan administratif yang cacat data dan mengabaikan realitas sejarah.

"Kalau pemerintah pusat terus bersikap seperti ini, wajar saja jika rakyat makin kehilangan kepercayaan. Jangan salahkan daerah kalau mulai mempertanyakan keadilan pusat," tutupnya.

Post a Comment

Previous Post Next Post