![]() |
Dalam pesan tertulisnya pada Selasa (27/5/2025), Lukmanul Hakim menulis,
"Bismillahirrahmanirrahim dengan nawaitu dan ridha Allah SWT, semoga proses hukumnya berjalan sesuai peraturan perundang-undangan dan memenuhi rasa keadilan masyarakat. Demikian dan terima kasih." Namun, pernyataan tersebut tidak disertai dengan rincian langkah konkret yang akan diambil oleh lembaganya dalam penanganan kasus.
Sikap yang terkesan menghindar ini memicu kekecewaan di kalangan masyarakat. Publik menilai Kejari Aceh Timur sedang memainkan strategi diam yang membingungkan. Di tengah tekanan publik yang menuntut transparansi dan akuntabilitas, institusi penegak hukum seharusnya bersikap terbuka dan memberikan jawaban yang jelas serta langkah tegas, bukan sekadar retorika bernuansa religius.
Zakaria, yang akrab disapa Jaka, seorang aktivis dari Aceh Timur, turut menyoroti respons kejaksaan tersebut dengan kritik tajam. Menurutnya, jawaban seperti itu menunjukkan ketidakseriusan dan kurangnya komitmen Kejari dalam menyelesaikan dugaan korupsi di PT Beurata Maju.
“Kalau cuma kasih jawaban pakai kalimat manis dan doa tanpa tindakan nyata, buat apa kita percaya? Ini bukan soal ibadah, tapi soal keadilan dan tanggung jawab. Kejari harus transparan dan bertindak, bukan cuma omong kosong,” tegas Jaka.
Lebih lanjut, Jaka menilai pembatasan penyidikan hanya pada periode 2022–2023 sangat sempit dan berpotensi menutupi fakta-fakta penting yang ada sejak awal berdirinya perusahaan.
"Kalau memang serius ingin membersihkan nama PT Beurata Maju dan mengungkap persoalan sebenarnya, buka semua data sejak awal berdirinya. Jangan cuma fokus dua tahun terakhir, itu sama dengan menutupi masalah yang lebih besar," pungkasnya.
Kekecewaan dan desakan dari berbagai kalangan kini semakin menguat, menuntut agar Kejari Aceh Timur memperlihatkan langkah konkret dan transparan dalam mengusut kasus ini secara tuntas.
Post a Comment