Banda
Aceh | Arah
Pemuda Aceh (ARPA) dengan tegas menolak keputusan Menteri Dalam Negeri
(Mendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menetapkan empat pulau di
Kabupaten Aceh Singkil masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli
Tengah, Sumatera Utara.
Keputusan
tersebut dinilai sebagai tindakan yang merugikan kedaulatan wilayah Aceh,
sekaligus memicu kegelisahan masyarakat yang sejak lama menganggap pulau-pulau
itu bagian dari bumi Serambi Mekkah.
Empat
pulau yang dipersoalkan itu adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir
Gadang (Besar), dan Pulau Mangkir Ketek (Kecil). Selama ini, keempatnya dikenal
sebagai bagian dari Kabupaten Aceh Singkil. Namun, dalam keputusan terbaru
Kemendagri, pulau-pulau itu justru dialihkan secara administratif ke Provinsi
Sumatera Utara.
Menanggapi
kondisi tersebut, Ketua ARPA, Eri Ezi SH, yang akrab disapa Bung Eri,
menilai Pemerintah Aceh tidak bisa tinggal diam. Ia mendesak agar langkah hukum
segera diambil demi menjaga marwah dan kepentingan Aceh.
"Pemerintah
Aceh harus menempuh jalur administratif terlebih dahulu. Jika tak kunjung
membuahkan hasil, maka mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) adalah langkah yang sangat layak dilakukan," tegas Bung Eri, Selasa
(27/5/2025).
Menurutnya,
keputusan Mendagri itu tidak hanya menggeser batas wilayah, tetapi juga
mengabaikan substansi penting terkait sejarah, pemerintahan, dan hak masyarakat
Aceh atas wilayahnya.
"Isu
ini bukan sekadar teknis administratif. Ini menyangkut hak dan kewenangan Aceh.
Jika kita tidak merespons dengan cepat dan tepat, kita bisa kehilangan lebih
banyak lagi ke depan," lanjut Bung Eri.
Bung Eri juga
mengingatkan bahwa Aceh memiliki status khusus berdasarkan Undang-Undang
Pemerintahan Aceh (UUPA), sehingga segala bentuk pengurangan wilayah dan
kewenangannya harus ditanggapi dengan serius, bukan sekadar dianggap sebagai
pengaturan ulang kode wilayah.
Ia
mendorong agar Pemerintah Aceh, termasuk para pimpinan partai politik di
tingkat daerah, bersatu dan mengedepankan langkah-langkah politik yang tegas
untuk melindungi kepentingan rakyat.
"Bicara
Aceh bukan hanya urusan satu lembaga, tapi menyangkut martabat seluruh rakyat
Aceh. Saya harap semua pihak turun tangan dan ikut bersuara. Ini bukan sekadar
soal empat pulau, tapi soal prinsip dan harga diri kita," pungkasnya.
Saat ini,
gelombang penolakan dari berbagai elemen masyarakat di Aceh terus menguat.
Desakan agar Pemerintah Aceh mengambil langkah hukum menjadi suara yang semakin
nyaring di tengah polemik yang tak kunjung dijelaskan secara transparan oleh
pemerintah pusat.
Post a Comment