JMNpost.com | Aceh Timur – Sengketa tanah warisan milik almarhumah Nuraini Sarbani di Aceh Timur memasuki babak baru. Tiga anak laki-laki almarhumah, yakni Razali, Abdul Hadi M. Nur, dan Rahim Nur, berencana melaporkan Budiman cucu almarhumah ke Polres Aceh Timur atas dugaan penguasaan sepihak atas tanah dan usaha keluarga.
Konflik bermula setelah wafatnya Nuraini Sarbani pada 14 Februari 2024. Tanah yang disengketakan merupakan bagian dari harta warisan yang selama ini menjadi lokasi usaha pencucian mobil (door smeer), yang dibangun secara gotong royong oleh ketiga anak laki-lakinya bersama almarhumah demi kepentingan ekonomi keluarga.
Namun, pasca meninggalnya sang ibu, usaha tersebut justru diambil alih oleh Budiman, anak dari Ti Sara, salah satu anak perempuan almarhumah. Anehnya, pengambilalihan itu dilakukan tanpa musyawarah dengan para paman Budiman, yang selama ini juga terlibat dalam pembangunan usaha tersebut.
Budiman mengklaim bahwa tanah beserta usaha di atasnya adalah milik ayahnya, Sulaiman, yang dikatakan telah membeli tanah tersebut dari almarhumah pada tahun 2019. Klaim ini sontak mengejutkan pihak keluarga besar, terutama ketiga anak laki-laki almarhumah, yang sama sekali tidak mengetahui adanya transaksi jual-beli tersebut.
"Setiap kali ibu menjual tanah, selalu diberitahukan, terutama kepada saya sebagai anak tertua. Tapi yang ini tidak pernah kami dengar," ujar Razali pada Kamis (22/5).
Hal ini diperparah dengan tidak adanya bukti sah atas transaksi jual-beli tersebut. Sampai saat ini, keluarga belum melihat adanya surat pernyataan jual-beli tanah yang menguatkan klaim Budiman maupun orang tuanya.
Catatan keluarga menunjukkan bahwa perangkat dan alat usaha door smeer dibeli langsung oleh almarhumah pada tahun 2013, dari hasil penjualan tanah miliknya yang lain. Ketiga anak laki-laki almarhumah pun ikut bergotong royong dalam membangun fasilitas usaha tersebut, tanpa adanya konflik selama masa hidup sang ibu.
Sementara itu, Budiman memang pernah diberikan sebidang tanah sekitar satu rante oleh almarhumah, yang kemudian ia jual tanpa memberitahu pihak keluarga. Meski sempat menimbulkan pertanyaan, peristiwa itu tidak dipermasalahkan lebih lanjut oleh keluarga.
Pada tahun 2024, setelah meninggalnya almarhumah, anak-anak almarhumah sepakat untuk meminta perangkat gampong mengukur tanah warisan sebagai langkah awal penyelesaian.
Pengukuran dilakukan pada 15 April 2024 dan dihadiri oleh seluruh pihak, termasuk Budiman dan orang tuanya. Semua pihak menerima hasil pengukuran, namun saat hendak dibuatkan surat keterangan resmi dari Keuchik Gampong, klaim mengejutkan datang dari Ti Sara dan suaminya, mereka mengaku bahwa tanah door smeer adalah milik pribadi mereka.
Padahal, pada saat pengukuran, tidak ada keberatan disampaikan.
"Kalau memang mereka merasa punya hak, kenapa baru sekarang setelah ibu meninggal? Kenapa diam saja saat pengukuran?" kata Rahim Nur.
Kemudian pada 1 Januari 2025 Rahimnur Bersama Razali menghentikan sementara operasional usaha door smeer dengan mengambil selang mesin cuci, yang dibantu juga oleh Budiman, hal itu dilakukan sebagai bentuk protes dan tuntutan kejelasan status hukum tanah tersebut.
Ketiga anak laki-laki almarhumah menegaskan bahwa tindakan Budiman dan orang tuanya merupakan bentuk penguasaan sepihak yang tidak bisa ditoleransi. Karena upaya musyawarah dan pengukuran tanah belum menghasilkan penyelesaian, mereka berencana melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian.
"Kami sudah berusaha damai, tapi kalau mereka tetap ngotot tanpa bukti, kita akan lapor ke Polres Aceh Timur," ujar Abdul Hadi M. Nur.
Hingga berita ini diturunkan, media ini belum mendapatkan akses konfirmasi pada pihak Budiman. Sementara keluarga besar almarhumah menegaskan bahwa tanah dan bangunan usaha door smeer adalah bagian dari harta warisan, bukan milik pribadi cucu maupun menantu.
Para ahli waris laki-laki menyatakan siap membuktikan di hadapan hukum bahwa tidak pernah terjadi transaksi jual beli tanah kepada Budiman maupun orang tuanya. Mereka juga membuka pintu mediasi jika pihak Budiman bersedia menyelesaikan perkara secara kekeluargaan.
Namun jika tidak, jalur hukum akan menjadi pilihan terakhir demi menjaga hak waris dan kehormatan keluarga.
Post a Comment