JMNpost.com | Aceh Timur – Penanganan kasus dugaan korupsi di tubuh PT Beurata Maju, perusahaan perkebunan kelapa sawit milik Pemerintah Kabupaten Aceh Timur, dinilai stagnan dan setengah hati. Lembaga Kajian Strategis dan Kebijakan Publik (LEMKASPA) menantang Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Timur untuk membongkar kasus ini secara menyeluruh, bukan hanya menyasar periode 2022–2024.
Ketua LEMKASPA Cabang Aceh Timur, Sanusi Madli, menyatakan bahwa indikasi penyimpangan sudah terjadi sejak lama, terutama pada periode 2014–2022 saat PT Beurata Maju dikelola melalui kerja sama operasional (KSO) dengan CV Dirajawalina. Perusahaan tersebut dipimpin oleh IWD alias Rajawali, sosok kontroversial yang disebut-sebut memiliki jaringan kuat di lingkaran kekuasaan lokal.
“Periode ini adalah masa paling rawan. Aset-aset perusahaan menghilang tanpa jejak, dana miliaran rupiah dari APBK digelontorkan, tapi tak ada kontribusi balik ke kas daerah. Ini ironi di tengah jargon transparansi pengelolaan BUMD,” ujar Sanusi dalam keterangannya, Minggu (25/5/2025).
Sanusi juga menyoroti aset perumahan perusahaan di Desa Ulee Ateung, Kecamatan Julok, yang kini berubah fungsi menjadi klinik tanpa kejelasan proses alih status. Ia mempertanyakan bagaimana aset milik negara bisa berubah peruntukan tanpa mekanisme hukum yang sah.
Bukan hanya itu, dana penyertaan modal yang dialokasikan selama masa kerja sama dengan CV Dirajawalina diduga kuat tidak pernah menghasilkan pendapatan yang sah dan terukur untuk daerah. Bahkan, kata Sanusi, tidak ada catatan setoran sepeser pun ke kas daerah sejak masa KSO dijalankan.
“Kalau Kejari Aceh Timur serius, maka jangan berhenti di ujung ranting. Telusuri akar-akarnya. Jangan biarkan kasus ini dipreteli, apalagi dibonsai untuk menyelamatkan aktor-aktor besar di baliknya,” tegas Sanusi.
Figur IWD, yang dikenal sebagai Panglima Sagoe dan suami dari seorang anggota DPRK Aceh Timur, juga dikaitkan dengan kedekatannya pada Bupati Aceh Timur saat itu, Hasballah M. Thaeb alias Rocky. Kombinasi kuasa politik dan modal sosial inilah yang disebut Sanusi turut menyuburkan ladang penyimpangan.
LEMKASPA menilai, kredibilitas Kejaksaan Negeri Aceh Timur tengah diuji dalam penanganan perkara ini. Jika Kejari hanya menyentuh lapisan terluar tanpa membongkar konstruksi korupsi secara menyeluruh, maka publik patut curiga akan adanya manuver penyelamatan elite.
“Rakyat Aceh Timur tidak butuh sandiwara hukum. Mereka menuntut keadilan dan transparansi. Ini bukan sekadar soal uang negara yang hilang, tapi tentang integritas penegakan hukum,” pungkas Sanusi.
Post a Comment