JMNpost.com | Pinrang, - Penanganan kasus dugaan pelemparan truk pengangkut material di Kabupaten Pinrang terus menuai sorotan publik. Enam warga telah ditetapkan sebagai tersangka, sementara seorang pengawas tambang yang merupakan pensiunan TNI berpangkat Mayor mengalami luka di kepala. Namun berkas perkara tersebut dikembalikan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Pinrang karena dinilai minim bukti dan belum memenuhi unsur pidana.
Kuasa hukum para tersangka, Advokat H. Kalfin Gantare, S.H., M.H., C.HL., menjelaskan kepada sejumlah wartawan di salah satu warkop di Pinrang pada 8 November 2025 bahwa penangkapan dua warga berinisial HA dan RD menjadi pemicu kerumunan warga karena dinilai dilakukan secara tergesa-gesa.
“HA dan RD sedang memperbaiki atap rumah ketika tiba-tiba aparat Brimob datang dan mengamankan mereka, padahal keduanya tidak berada di lokasi kejadian,” ujar Kalfin.
Menurutnya, aparat menemukan sebuah katapel di rumah HA yang oleh keponakannya, Mahmud, dijelaskan sebagai alat berjaga malam untuk menandai pencuri dengan menembak daun pisang, bukan sebagai alat untuk menyerang.
“Katapel itu bukan senjata, dan tidak pernah digunakan untuk melukai siapa pun,” kata Kalfin.
Penangkapan tersebut memicu kerumunan warga karena HA dikenal sebagai tokoh yang dermawan dan dihormati di lingkungan Paleteang.
Dalam situasi yang menegang itu, hadir seorang pria bernama Samad, pensiunan TNI berpangkat Mayor yang disebut sebagai pengawas kegiatan tambang milik H. Arsyad. Warga menyebut Samad mengeluarkan kalimat bernada menantang, “Sini siapa yang jago lawan saya?”, yang memicu reaksi warga dan menyebabkan situasi semakin ricuh. Dalam keributan tersebut, Samad mengalami luka di bagian kepala hingga berdarah.
Setelah kejadian, Samad membuat laporan polisi atas luka yang dialaminya. Namun menurut Kalfin, laporan itu diajukan tanpa adanya upaya mediasi terlebih dahulu.
“Tidak ada upaya dialog atau mediasi dari pihak Samad, padahal pihak warga sudah beberapa kali mencoba menemui pelapor utama, yakni sopir truk bernama Irfan,” jelasnya.
Ia menilai proses hukum yang berjalan menunjukkan ketimpangan karena satu pihak berusaha berdamai, sedangkan pihak lain langsung menempuh jalur hukum.
Berkas perkara enam tersangka kemudian dilimpahkan ke Kejari Pinrang, tetapi dikembalikan dengan surat P19. Dalam catatan Kejari, berkas dikembalikan karena bukti belum memadai, unsur pidana belum terpenuhi, dan terdapat keterangan tersangka yang tidak berada di tempat kejadian.
Salah satu tersangka, BL, disebut memiliki alibi kuat dan tidak terlibat dalam peristiwa yang dilaporkan. “P19 ini mengindikasikan ada kelemahan fundamental dalam penyidikan awal. Artinya, penetapan tersangka patut dipertanyakan legalitasnya,” ungkap Kalfin.
Kuasa hukum juga menyoroti penanganan awal kasus yang dinilai janggal karena aparat Brimob turun langsung dalam perkara yang seharusnya ditangani oleh Reskrim Polres. Ia menilai kehadiran Samad di lokasi penangkapan dapat menimbulkan persepsi adanya intervensi terhadap proses hukum.
“Respon cepat Brimob terhadap laporan pihak tambang membuat publik bertanya-tanya. Apalagi ketika pihak warga yang mencoba menyelesaikan persoalan secara damai tidak diberi ruang,” tambahnya.
Kalfin juga mengungkap bahwa upaya damai sempat dilakukan melalui tokoh masyarakat Kani, dirinya selaku kuasa hukum, serta keluarga pelapor.
Ibu kandung pelapor bahkan disebut telah sepakat untuk mencabut laporan setelah mengetahui truk tidak mengalami kerusakan berarti.
“Namun keesokan harinya pelapor membatalkan pencabutan laporan karena diduga mendapat tekanan dari atasannya, yakni pemilik truk,” kata Kalfin.
Sementara itu, Ketua LSM Forum Pembangunan dan Pengawas Kinerja Pemerintah (FP2KP) Andi Agustan Tanri Tjoppo yang juga ditemui di salah satu warkop di Pinrang pada 8 November 2025 menilai proses hukum ini harus dikawal secara ketat.
Ia meminta agar masyarakat, LSM, mahasiswa, dan insan pers turut mengawasi jalannya penyidikan agar tidak ada dugaan salah tangkap atau tindakan penyidik yang menyimpang dari norma hukum.
“Jangan sampai ada pembenaran atas tindakan yang salah. Jika memang ada penyidik yang bertugas tidak sesuai prosedur, Propam Polda Sulsel harus turun tangan. Hukum harus ditegakkan demi keadilan dan kebenaran, bukan pembenaran,” tegas Andi Agustan.
Kasus yang bermula dari laporan dugaan pelemparan truk ini kini menjadi perhatian luas publik di Pinrang. Banyak pihak berharap proses hukum dapat dijalankan secara objektif, transparan, dan berimbang antara hak warga dan kepentingan pihak tambang.

Post a Comment