JMNpost.com | Pidie Jaya, - Dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan Wakil Bupati Pidie Jaya, Hasan Basri, terhadap Muhammad Reza, Kepala Dapur SPPG Yayasan Pionir Gampong Sagoe, Kecamatan Trienggadeng, pada Kamis 30 Oktober 2025, menuai desakan publik agar DPRK Pidie Jaya bersikap tegas dan menggunakan hak politiknya.
Dedi Saputra, salah seorang pemuda Pidie Jaya, menilai peristiwa itu tidak bisa hanya dilihat sebagai persoalan etik, tetapi telah masuk dalam ranah tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan. Menurutnya, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pejabat publik adalah pelanggaran berat terhadap sumpah jabatan dan prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
“Ini bukan hanya soal pidana, tapi juga soal kelayakan moral seorang pejabat publik. DPRK Pidie Jaya punya tanggung jawab konstitusional untuk menindaklanjuti persoalan ini,” kata Dedi Saputra, Minggu 2 November 2025.
Ia menyebutkan, dasar hukum untuk DPRK bersikap tegas telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota, serta Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2019 tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Kedua aturan tersebut memberi kewenangan kepada DPRK untuk mengusulkan pemberhentian kepala daerah atau wakil kepala daerah kepada Menteri Dalam Negeri dan Presiden bila terbukti melakukan pelanggaran berat.
“Kalau DPRK diam, maka wibawa lembaga itu sendiri akan jatuh. Malu kita, rusak kita kalau begini tingkah pejabat kita, apalagi dia seorang wakil bupati,” tegasnya.
Dedi juga menyoroti pentingnya transparansi aparat penegak hukum dalam menangani kasus tersebut. Ia meminta kepolisian agar membuka perkembangan penyelidikan kepada publik, termasuk apakah pihak terlapor telah diperiksa dan bagaimana status hukumnya dalam perkara ini.
“Kalau unsur pidana penganiayaan sesuai Pasal 351 KUHP sudah terpenuhi, maka Wakil Bupati Hasan Basri harus segera ditetapkan sebagai tersangka. Penegakan hukum tidak boleh pandang jabatan,” ujarnya.
Menurut Dedi, ketegasan hukum terhadap pejabat publik yang melakukan kekerasan adalah bentuk keadilan bagi korban sekaligus pendidikan moral bagi masyarakat. Ia berharap DPRK Pidie Jaya berani menggunakan kewenangannya secara bermartabat demi menjaga marwah pemerintahan daerah agar tetap berlandaskan hukum dan etika publik.

Post a Comment