JMNpost.com | Banda Aceh – Politisi asal Aceh, Imran Mahfudi SH MH, mengajukan permohonan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pembatasan masa jabatan kepengurusan partai politik serta kewenangan pengadilan dalam penyelesaian sengketa partai politik.
Permohonan tersebut diajukan pada Senin, 20 Oktober 2025, sekitar pukul 12.00 WIB, dan telah teregistrasi dengan Nomor 194/PUU-XXIII/2025 pada hari yang sama sekitar pukul 15.00 WIB. Dikutip dari Serambinews.com, Mahkamah Konstitusi akan menetapkan hari sidang pertama dalam jangka waktu paling lama 14 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam e-BRPK.
Dalam gugatannya, Imran meminta MK menafsirkan agar kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dibatasi maksimal dua periode dalam jabatan yang sama. Ia juga meminta MK menegaskan bahwa Pengadilan Negeri berwenang mengadili sengketa internal partai politik. Permohonan itu diajukan terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik junto Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, khususnya Pasal 22 dan Pasal 33 ayat (1).
“Ini adalah bagian dari ikhtiar saya untuk mewujudkan demokratisasi dalam partai politik, dimana partai politik merupakan salah satu pilar demokrasi dan memiliki kewenangan yang sangat besar,” ujar Imran Mahfudi sebagaimana dikutip Serambinews.com, Selasa, 21 Oktober 2025.
Menurut Imran, tidak adanya pembatasan masa jabatan kepengurusan partai politik telah menimbulkan stagnasi kaderisasi dan membuka peluang seseorang menjabat terlalu lama di posisi ketua umum. Ia menilai kondisi ini menghambat regenerasi dan mempersempit ruang partisipasi politik di internal partai.
Sebagai contoh, Imran menyebut sejumlah ketua umum partai politik nasional yang telah menjabat dalam waktu panjang. Di antaranya Megawati Soekarnoputri yang memimpin PDI Perjuangan sejak 1999, Muhaimin Iskandar yang memimpin PKB sejak 2005, Surya Paloh yang menjabat Ketua Umum Partai NasDem sejak 2013, Prabowo Subianto yang memimpin Partai Gerindra sejak 2014, serta Zulkifli Hasan yang menjabat Ketua Umum PAN sejak 2015.
“Ketiadaan pembatasan masa jabatan kepengurusan partai politik telah berimplikasi pada tersentralnya kekuasaan pada satu orang dan bahkan partai politik telah identik dan seolah-olah dimiliki oleh satu orang tersebut, sehingga status partai politik sebagai lembaga publik telah terdegradasi,” tambahnya.

Post a Comment