JMNpost.com | Banda Aceh, – PT Wajar Corpora, salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Kabupaten Aceh Timur yang bergerak di sektor perkebunan sawit, kini tengah menjadi sorotan publik. Perusahaan yang mengelola areal perkebunan seluas 1.224 hektar di perbatasan Aceh Tamiang dan Aceh Timur itu dilaporkan mengalami kerugian besar dan menimbulkan persoalan baru dengan masyarakat penggarap.
Ketua Forum Peduli Rakyat Miskin (FPRM) Aceh, Nasruddin, menyebut pihaknya telah menerima berbagai laporan dari masyarakat terkait dugaan ketidakberesan dalam pengelolaan perkebunan oleh PT Wajar Corpora. Menurutnya, masyarakat yang sebelumnya diikutsertakan dalam kontrak kerja sama selama tujuh tahun justru merasa ditipu setelah lahan yang mereka rawat beralih ke tangan pihak lain.
“Ini sangat ironis. Masyarakat sudah bekerja keras membersihkan, menanami, dan merawat kebun, tapi tiba-tiba diberi tahu bahwa lahan tersebut sudah dikontrakkan kepada pihak lain,” kata Nasruddin, Sabtu (25/10/2025).
Ia menilai langkah pengalihan kontrak yang dilakukan oleh Pj Bupati Aceh Timur melalui manajemen PT Wajar Corpora kepada perusahaan swasta patut dipertanyakan. Menurutnya, ada dugaan pelanggaran prosedur dalam pengambilan keputusan tersebut karena tidak melalui mekanisme resmi.
“Apakah pengalihan kontrak itu dilakukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)? Apakah DPRK Aceh Timur diberi tahu atau memberikan persetujuan? Ini pertanyaan besar yang belum terjawab,” ujarnya.
Nasruddin juga menyoroti potensi kerugian negara akibat pengelolaan yang tidak transparan. Ia mempertanyakan siapa yang sebenarnya menikmati hasil kebun sawit selama bertahun-tahun, sementara tidak ada setoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang jelas tercatat dari perusahaan tersebut.
“Siapa yang menikmati hasil kebun itu? Mengapa PAD tidak pernah muncul dari PT Wajar Corpora? Ini sangat ajaib dan tidak masuk akal untuk sebuah BUMD,” tegasnya.
Ia mendesak aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan dan Kepolisian, untuk turun tangan mengusut dugaan penyimpangan dalam pengelolaan BUMD tersebut. Menurutnya, kasus seperti ini tidak hanya merugikan pemerintah daerah, tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap pengelolaan aset daerah.
“Kalau dibiarkan, publik akan semakin kehilangan kepercayaan. Karena seharusnya BUMD hadir untuk memberi manfaat bagi daerah dan masyarakat, bukan menjadi alat segelintir pihak untuk mencari keuntungan pribadi,” tambah Nasruddin.
Kasus PT Wajar Corpora kini menjadi cermin buram tata kelola BUMD di Aceh. Banyak kalangan menilai lemahnya pengawasan pemerintah daerah dan minimnya keterbukaan dalam laporan keuangan menjadi penyebab utama masalah terus berulang. Sejumlah aktivis juga mulai mendesak agar pemerintah Aceh Timur membuka hasil audit dan laporan tahunan perusahaan tersebut secara publik, agar masyarakat tahu ke mana sebenarnya hasil produksi kebun sawit itu mengalir.
Redaksi

Post a Comment