Jihad dan Militer, Kebutuhan Mendesak Untuk Palestina

JMNpost.com |Gaza, Palestina sudah bertahun-tahun hidup dalam penjajahan. Bangunan megah, rumah-rumah dan jalanan semua hancur rata dengan tanah. Rakyat Gaza harus melewati harinya bersama dengan puing-puing rumah mereka. Namun, kondisi ini tidak membuat Israel puas. Tujuan mereka satu, menguasai seluruh Palestina dan mengosongkannya dari warga asli.


Pada Sabtu (6/9/2025) militer Israel meminta warga Palestina di kota Gaza, wilayah perkotaan terbesar di kantong tersebut, untuk mengungsi ke Selatan. Mereka memperingatkan bahwa operasi berlangsung di seluruh kota. Tujuan mereka adalah menguasai kota tersebut. Sebagaimana diperintahkan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Mereka bahkan mengklaim telah menguasai sekitar 75 persen wilayah Gaza.

Kondisi Gaza sungguh memprihatinkan. Dunia tidak bisa lagi menutup mata atas genosida yang dilakukan Israel atas Gaza, Palestina.


Di kala pemimpin negeri muslim hanya bisa menutup mata dan telinga, namun hati nurani masyarakat di dunia tergerak untuk mencoba menembus blokade Israel untuk memberikan bantuan. Gerakan kemanusiaan Global Sumud Flotilla (GSF), wadah berkumpulnya aktivis dari lebih 40 negara adalah respon kemarahan dan kekecewaan atas genosida terhadap Gaza, Palestina. Mereka mencoba memberikan seluruh yang “mereka bisa” untuk menolong Palestina. 

Lantas bagaimana dengan pemimpin muslim? Bagaimana dengan negara Arab yang bertetangga dekat dengan Palestina? Mereka sudah melihat bertahun-tahun kondisi Palestina, namun belum tergerak menghentikan penjajahan atas negeri saudara mereka.


Dunia Membisu


Saat dunia yang konon katanya menjunjung tinggi hak asasi manusia, nyatanya di sudut kecil wilayah bernama Gaza, derita mereka seolah tidak menemukan tempat di hati pemimpin dunia. Anak-anak tertimbun reruntuhan rumahnya sendiri. Para ibu menangis kehilangan anak-anaknya. Rumah sakit, sekolah, semua rata dengan tanah, kamp pengungsian bahkan tidak lepas menjadi sasaran.


Para jurnalis dan tenaga medis tak luput menjadi korban. Tetapi dunia tetap saja memilih diam.

Belum lagi penghianatan yang dilakukan oleh penguasa Negeri Arab. Para penguasa Arab itu satu per satu malah mulai menjalin hubungan diplomatik dengan kaum Zionis. Termasuk membuka hubungan perdagangan, seperti Mesir, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Yordania. Meski bukan bagian negara Arab, Turki sebagai bagian negeri muslim juga membuka hubungan perdagangan dengan entitas Yahudi. Bahkan pelabuhan Mersin di Turki masuk rute pelayaran kapal pengangkut komponen pesawat tempur dari AS menuju negeri Yahudi.


Tidak hanya itu, banyak negara besar yang secara terbuka atau diam-diam menjadi pendukung Zionis Yahudi. Amerika Serikat, misalnya secara rutin mengucurkan miliaran dolar bantuan militer ke Yahudi. Negara-negara Eropa pun meski tampak lebih hati-hati tetap menjalin kerja sama strategis dan teknologi. Dengan adanya hubungan ekonomi dan militer yang erat, kritik terhadap Zionis Yahudi akan mengguncang relasi internasional. Oleh karena itu, mereka memilih diam. Bagi mereka, lebih mudah menutup mata atas penderitaan kaum Muslim Gaza daripada kehilangan kontrak senjata atau akses pasar. Inilah wajah asli kapitalisme yang tidak pernah mengenal nilai kemanusiaan. Sedangkan yang ada hanya kepentingan materi.


Umat Bergerak, Militer Menghadang


Dukungan kemanusiaan tidak terbendung, bantuan demi bantuan terus digencarkan untuk Palestina. Namun, nahasnya masyarakat yang ingin menolong Palestina harus diadu dengan kekuatan militer. Gebrakan pertama untuk menembus blokade Israel demi mengantarkan bantuan logistik dan obat-obatan ke Palestina pada aksi Kapal kemanusiaan ”Madleen” yang membawa 12 aktivis kemanusiaan pro Palestina dari berbagai negara menuju Jalur Gaza akhirnya dicegat dan diduduki pasukan komando Israel sekitar 185 kilometer dari  pantai Gaza.

Tidak berhenti di situ, masyarakat kemudian membentuk kembali gerakan kemanusiaan Global March to Gaza, namun lagi-lagi terhalang oleh aparat militer. Terbaru, gerakan kapal kemanusiaan Global Sumud Flotilla (GSF) yang melibatkan banyak negara pun harus berjuang dan berhadapan langsung dengan serangan militer.


Hal ini harusnya membuka mata dunia bahwa sekalipun datang atas nama kemanusiaan juga menjadi sasaran untuk diserang oleh kekuatan militer. Sehingga realitas ini menyadarkan kepada kita, masalah penjajahan dan genosida di Palestina tidak boleh dan tidak akan pernah cukup hanya dengan gerakan kemanusiaan saja. 


Serukan Jihad, Kirimkan Tentara


Sebagai seorang muslim sudah sepantasnya memandang masalah Palestina dengan pandangan akidah. Bagaimanapun permasalahan Palestina bukan semata persoalan kemanusiaan. Tetapi persoalan ideologi. Sebab, berdasarkan syariah Islam, kaum Muslim tidak boleh membiarkan pembantaian umat Islam di mana pun termasuk di Palestina. Haram membiarkan pengusiran kaum Muslim dari tanahnya sendiri, membiarkan penghancuran rumah-rumah tempat tinggal masyarakat, termasuk rumah sakit dan sekolah sekolah.


Dalam Islam ada kewajiban tegas untuk mempertahankan tanahnya sendiri dan membebaskan saudara-saudaranya yang ditindas.

Maka harusnya tidak boleh ada negeri muslim yang bernegosiasi dengan negara yang dengan jelas memerangi kaum muslim, negeri muslim.


Dalam Islam, penjajahan tidak diakomodasi. Penjajahan tidak dinegosiasikan. Penjajah adalah musuh yang wajib diperangi dan diusir. Allah SWT berfirman, “Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian dan janganlah kalian melampaui batas. Sungguh Allah tidak menyukai kaum yang melampaui batas. Usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian.” (TQS al-Baqarah: 190–191).


Ayat ini memperjelas, bahwa sikap atas negara penjajah seperti Israel wajib untuk diperangi. Mereka harus diusir. Bukan diakui. Bukan diberi negara bahkan dilegalkan. Sesungguhnya akar persoalan Palestina adalah penjajahan yang dilakukan oleh entitas penjajah Yahudi terhadap tanah kaum Muslim. Untuk itu solusi ini hanya bisa diselesaikan dengan mengusir dan melenyapkan entitas penjajah Yahudi ini dari Bumi Palestina. Untuk itu jihad fi sabilillah adalah kewajiban syariah Islam.


Palestina adalah negeri kaum Muslimin. Sejak dulu sudah berulang kali berhasil dibebaskan. Wilayah itu pertama kali dibebaskan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab ra. pada 15 H (638M). Kemudian Palestina dibebaskan untuk yang kedua kalinya oleh Shalahuddin al-Ayyubi.


Sepanjang sejarah, Palestina tetap berada dalam kesatuan wilayah Khilafah hingga tetes darah penghabisan. Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid II yang melindunginya dari segala upaya busuk Zionis yang ingin menguasainya.

Oleh karena itu, sudah seharusnya seruan atas pembebasan Palestina dan mengakhiri genosida di sana dengan bersatunya umat dalam satu kekuatan politik global. Langkah yang sudah dicontohkan pada masa-masa kekhilafahan yang berhasil membebaskan Palestina. Persatuan umat mengirimkan bantuan militer untuk berjihad membebaskan Palestina dari cengkraman Zionis Israel Laknatullah.

Wallahu a'lam bish showab.


Oleh: Andi Putri

(Praktisi Pendidikan dan Relawan Penulis Balikpapan)


Post a Comment

Previous Post Next Post