JMNpost.com | Banda Aceh – Menjelang 20 tahun perdamaian Aceh, tokoh masyarakat Razali atau akrab disapa Nyakli Maop mendesak Presiden Prabowo Subianto dan Pemerintah Aceh memberikan kepastian hukum terhadap Bendera Aceh sebagaimana diatur dalam Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013.
Status bendera yang hingga kini belum diakui secara resmi pemerintah pusat dinilai menjadi sumber polemik berulang, terutama di momentum politik. “Jangan biarkan bendera Aceh hanya jadi komoditas politik lima tahunan. Beri kejelasan status hukumnya,” tegas Nyakli Maop, Kamis (14/8).
Ia mengingatkan bahwa pengaturan bendera merupakan amanat Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki 15 Agustus 2005 antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Namun, selama hampir dua dekade, banyak poin MoU yang dibiarkan menggantung tanpa kejelasan, termasuk hak dan simbol daerah.
“Kalau MoU dianggap serius, seharusnya pemerintah pusat dan Pemerintah Aceh berani menuntaskannya. Jangan biarkan masyarakat Aceh menunggu janji yang setiap tahun hanya diucapkan di podium,” sindirnya.
Nyakli Maop juga menyoroti minimnya penghormatan terhadap butir kesepakatan damai, misalnya hymne Aceh yang jarang dikumandangkan pada peringatan Hari Kemerdekaan RI.
“Ini bukan soal seremonial semata, tapi bukti apakah komitmen perdamaian itu sungguh dijaga atau hanya dipajang,” ujarnya.
Desakan ini menjadi pengingat bahwa simbol Aceh bukan sekadar kain berwarna dan lagu daerah, tetapi bagian dari kesepakatan politik yang seharusnya dihormati oleh semua pihak, baik di Banda Aceh maupun di Jakarta.
Post a Comment