JMNpost.com | Aceh Timur , – Sejumlah kalangan di Aceh Timur mendesak Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) bersama pengawas syariah untuk memperketat pengawasan terhadap perusahaan pembiayaan (leasing) yang menggunakan label syariah. Desakan ini muncul karena dugaan praktik di lapangan masih menyerupai sistem konvensional, meski mengusung nama syariah.
Menurut pengakuan sejumlah warga, praktik yang kerap dikeluhkan antara lain adanya bunga yang disamarkan dengan istilah “margin” namun dinilai tidak jauh berbeda dari riba. Selain itu, denda keterlambatan masih diberlakukan dan memberatkan nasabah, sementara solusi berbasis prinsip rahmah belum dirasakan.
Keluhan lain menyangkut proses penyitaan barang yang dinilai tidak manusiawi. Penyitaan kerap dilakukan tanpa musyawarah dan tanpa memperhitungkan kondisi ekonomi nasabah. Bahkan, dalam beberapa kasus, nasabah mengaku tidak memahami akad yang mereka tandatangani di awal.
“Kalau benar-benar syariah, seharusnya tidak ada unsur riba, denda yang mencekik, apalagi penyitaan tanpa musyawarah. Ini harus jadi perhatian MPU dan Dewan Pengawas Syariah,” ujar salah satu tokoh masyarakat Aceh Timur yang enggan disebutkan namanya, Selasa (05/08/2025).
Ia mempertanyakan sejauh mana pengawasan dilakukan. “Siapa yang mengawasi leasing-leasing ini? Apakah Dewan Pengawas Syariahnya aktif atau cuma formalitas? Berapa kali MPU melakukan audit atau evaluasi setahun?” tambahnya.
Desakan yang berkembang di masyarakat mencakup beberapa poin utama:
1. MPU Aceh dan MPU kabupaten/kota diminta membentuk Tim Audit Syariah terhadap seluruh lembaga keuangan, termasuk leasing.
2. Leasing yang tidak menerapkan sistem syariah secara utuh harus diberi peringatan keras atau dicabut izinnya.
3. Pemerintah Aceh dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh diminta transparan dalam melaporkan hasil pengawasan terhadap lembaga keuangan.
4. Setiap perusahaan leasing syariah wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) aktif yang direkomendasikan oleh MPU.
Aktivis ekonomi syariah di Aceh Timur, M. Fadli, menilai pelabelan syariah tanpa penerapan penuh merupakan bentuk pembodohan publik. “Syariat bukan sekadar slogan. Kalau memakai nama syariah tapi praktiknya masih ribawi, ini pengkhianatan terhadap maqashid syariah,” tegasnya.
Penulis : Hendrika saputra (pemerhati Sosial Budaya)
Post a Comment