JMNpost.com, Banda Aceh | Seorang warga Aceh Barat berinisial MIS (24), korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kamboja, akhirnya tiba di tanah air melalui Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM), Blang Bintang, Aceh Besar, Jumat (29/8/2025).
Namun, kepulangan MIS menyisakan tanda tanya besar tentang kehadiran negara. Biaya pemulangannya justru ditanggung lewat donasi masyarakat sebesar Rp8,6 juta yang digalang Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Indonesia (YLBH-KI) Perwakilan Aceh Barat, serta bantuan pribadi anggota DPD RI asal Aceh, H. Sudirman Haji Uma.
MIS mendarat di Aceh pukul 15.00 WIB dengan pesawat Super Air Jet dari Jakarta. Kedatangannya disambut keluarga, staf Haji Uma, serta tim Help Desk Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Aceh. Tangis ibunda korban pecah saat memeluk anaknya yang sudah tiga bulan hilang kontak karena terjebak jaringan penipuan kerja di luar negeri.
Sebelum tiba di Aceh, MIS melalui jalur panjang: dipulangkan dari Kamboja ke Thailand pada 27 Agustus, lalu diterbangkan ke Jakarta sehari kemudian. Di ibukota, ia difasilitasi oleh staf Haji Uma untuk penginapan, makan, hingga tiket lanjutan ke Aceh.
Azhar, abang ipar korban, menyebut keluarga tidak mungkin menanggung biaya pemulangan tanpa uluran tangan publik. “Kami berterima kasih kepada semua pihak yang sudah peduli, khususnya YLBH-KI yang menggalang donasi dan Haji Uma yang ikut membantu penuh. Tapi ke depan, jangan sampai rakyat miskin harus menanggung sendiri beban yang semestinya ditangani negara,” tegasnya.
MIS sendiri mengingatkan masyarakat agar tidak mudah tergiur tawaran kerja luar negeri dengan gaji tinggi. Ia dijanjikan bekerja di Singapura, tetapi malah dibawa ke Kamboja dan dipaksa bekerja sebagai scammer hingga ditangkap otoritas setempat. “Jangan percaya iming-iming. Nyatanya semua hanya jebakan,” ujarnya.
Kasus MIS menyingkap fakta getir: perlindungan pekerja migran kerap lebih banyak ditanggung oleh jaringan masyarakat sipil dan figur perorangan, bukan oleh mekanisme negara yang mestinya hadir. Koordinasi memang dilakukan dengan KBRI Phnom Penh dan Kementerian Luar Negeri, tetapi urusan biaya pemulangan tetap jatuh ke tangan keluarga dan donasi publik.(ADD)
Post a Comment