JMNpost.com | Pontianak Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Swadaya Masyarakat Monitor Aparatur Untuk Negara dan Golongan (DPP LSM MAUNG) Kalimantan Barat secara resmi melayangkan surat terbuka kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, mendesak penerbitan Keputusan Presiden (Keppres) tentang Audit Nasional Terpadu atas Perubahan Fungsi Kawasan Hutan di Kalimantan Barat. 01/06/2025
Desakan ini muncul sebagai respons terhadap kerusakan ekologis masif yang melanda wilayah yang dikenal sebagai paru-paru dunia. Ketua Umum DPP LSM MAUNG Kalbar, Hadysa Prana, menyatakan bahwa kondisi hutan Kalimantan Barat saat ini sudah mencapai fase kritis yang tidak hanya menyangkut persoalan lingkungan, tetapi juga hukum, tata kelola negara, dan konstitusionalitas.
Menurut Hadysa, ribuan hektare hutan lindung dan produksi telah berubah fungsi menjadi lahan sawit dan tambang secara sistematis, seringkali tanpa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang sah atau melalui prosedur manipulatif.
Hasil investigasi internal DPP LSM MAUNG Kalbar menemukan berbagai indikasi pelanggaran administratif dan pidana lingkungan, termasuk potensi gratifikasi dan penyalahgunaan kewenangan dalam proses perizinan. Temuan utama meliputi konversi kawasan hutan tanpa prosedur legal transparan, tumpang tindih tata ruang dan izin usaha yang mengabaikan hak masyarakat adat, serta minimnya audit lingkungan yang berpotensi menyebabkan kerugian negara dan konflik sosial.
LSM MAUNG menegaskan bahwa praktik ini melanggar sejumlah landasan hukum, antara lain Pasal 28H dan Pasal 33 UUD 1945, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, serta Putusan Mahkamah Konstitusi No. 45/PUU-IX/2011 yang menegaskan peran negara sebagai pengelola hutan.
Dalam surat terbuka, LSM MAUNG mengajukan empat tuntutan strategis kepada Presiden Prabowo Subianto, yakni:
-
Penerbitan Keppres Audit Terpadu Nasional yang melibatkan berbagai lembaga terkait seperti KLHK, ATR/BPN, KPK, BPK, Kejaksaan, BPKP, dan unsur TNI-Polri.
-
Evaluasi menyeluruh atas seluruh perizinan kehutanan, perkebunan, dan tambang sejak 2005 dengan pendekatan hukum administratif dan lingkungan.
-
Pemberantasan tindak pidana korupsi sektor sumber daya alam, termasuk gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang.
-
Pemulihan kawasan hutan melalui skema reforestasi berbasis komunitas dan masyarakat adat.
Hadysa menegaskan bahwa jika negara tetap diam menghadapi kerusakan hutan yang terjadi, hal itu akan tercatat sebagai kelalaian sejarah. Ia menilai audit terpadu adalah langkah krusial yang mencerminkan keberpihakan negara terhadap masa depan ekologis Indonesia.
“Presiden Prabowo memiliki momentum dan legitimasi untuk mengambil langkah korektif. Audit ini bukan sekadar inventarisasi administratif, tapi langkah penyelamatan konstitusi dan keadilan antargenerasi,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa pemulihan hutan Kalimantan Barat harus dimulai dengan keberanian politik nyata, bukan sekadar narasi seremonial belaka.
Kontributor: Hady
Post a Comment