MIN 7 Diterpa Berita Miring, Tapi Jejak Chat 'Minta Dikit Aja' Bikin Geger



JMNpost.com | Aceh Timur, - Berita tentang dugaan kekerasan oleh guru MIN 7 Aceh Timur terhadap dua siswa kini menuai sanggahan keras. Wali murid yang disebut sebagai sumber utama dalam pemberitaan salah satu media online sebelumnya, ia membantah keras keterlibatannya dalam memberikan konfirmasi kepada wartawan. Di sisi lain, peristiwa yang disebut-sebut sebagai pemukulan brutal itu, ternyata sudah diselesaikan secara kekeluargaan dengan surat kesepakatan damai yang ditandatangani oleh para pihak.

Wali murid berinisial M, yang namanya dicantumkan sebagai sumber dalam berita tersebut, mengklarifikasi melalui pesan suara WhatsApp yang dikirimkan kepada pihak sekolah. Dalam rekaman itu, M menyatakan bahwa dirinya tidak pernah dimintai konfirmasi apapun oleh media, dan menyebut isi berita sebagai sepihak serta tidak benar.

"Saya nggak pernah kasih konfirmasi apapun. Tiba-tiba nama saya disebut sebagai sumber. Itu fitnah, saya sangat keberatan," ujar M dalam rekaman suaranya kepada pihak MIN 7 Aceh Timur.

M juga meminta agar wartawan tidak menyebut-nyebut namanya secara sepihak tanpa izin. Ia merasa dicemarkan oleh isi pemberitaan yang menurutnya tidak sesuai kenyataan. Ia bahkan menganggap pemberitaan tersebut telah menyesatkan opini publik dan mencemarkan nama baik sekolah serta dirinya sebagai wali murid.

Pernyataan M ini memperkuat dugaan bahwa pemberitaan yang telah beredar tersebut tidak berimbang dan melanggar prinsip dasar jurnalistik, yaitu keharusan konfirmasi dari pihak-pihak yang diberitakan.

Sementara itu, berdasarkan dokumen resmi yang diperoleh JMNpost.com, kejadian yang disebut sebagai tindakan kekerasan itu telah ditangani secara kekeluargaan oleh semua pihak yang terlibat. Dalam sebuah surat kesepakatan damai yang ditandatangani pada Rabu, 11 Juni 2025 sekitar pukul 18.00 WIB, tiga pihak menyepakati penyelesaian persoalan dengan cara musyawarah dan tidak saling menuntut.

Surat tersebut ditandatangani oleh:

  1. Khubaidillah (Pihak Pertama), dari Desa Meunasah Teungoh,

  2. Fuadi (Pihak Kedua), dari Desa Grong-Grong,

  3. Jalaluddin, S.Pd.I (Pihak Ketiga), guru MIN 7 dari Desa Bintah.

Dalam surat tersebut, ketiga pihak sepakat:

  1. Menyelesaikan persoalan secara kekeluargaan.

  2. Pihak ketiga (guru) bersedia dimutasi dalam lingkungan Kementerian Agama Kabupaten Aceh Timur.

  3. Ketiga pihak sepakat tidak akan mengungkit kembali persoalan ini di kemudian hari. Jika ada pihak yang melanggar kesepakatan ini, maka bersedia diproses sesuai hukum yang berlaku.

Surat ini disaksikan langsung oleh sejumlah guru dan diketahui oleh Kepala MIN 7 Aceh Timur, Ramli. Dokumen tersebut dibubuhi materai dan ditandatangani secara sah.

Kepala MIN 7 Aceh Timur, Ramli, juga membenarkan bahwa telah terjadi insiden tersebut di lingkungan sekolah, namun menurutnya persoalan telah diselesaikan secara internal. Ramli menyesalkan pemberitaan yang muncul tanpa mengindahkan proses damai yang sudah terjadi.

"Wali murid juga sudah datang ke sekolah. Mereka tidak keberatan lagi karena sudah sepakat damai. Kami sangat menyesalkan ada berita yang malah menyulut kesalahpahaman baru," ujar Ramli.

Konfirmasi lanjutan kepada Ramli pada Jum'at, 13 Juni 2025, dilakukan melalui pesan WhatsApp. Dalam awal percakapan, Ramli menjawab sebagaimana biasa tanpa menyebutkan kondisinya. Baru di akhir percakapan, ia menginformasikan bahwa dirinya saat itu sedang berada di Rumah Sakit Kesrem Lhokseumawe untuk menjalani perawatan kesehatan. Meski demikian, Ramli tetap memberikan informasi secara lengkap dan responsif atas pertanyaan yang diajukan.

Sementara itu, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Aceh Timur, Salaminan, saat dikonfirmasi menyatakan bahwa dirinya belum menerima laporan resmi dari sekolah terkait insiden tersebut sebelum berita viral di media.

"Saya baru tahu soal itu dari media. Akan saya panggil kepala MIN 7 dan guru yang bersangkutan," ujarnya.

Lebih jauh, sejumlah pihak juga mempertanyakan integritas wartawan yang menurunkan pemberitaan tersebut. Berdasarkan pesan WhatsApp yang beredar dan dikirimkan kepada pihak sekolah, terlihat adanya nada permintaan uang dengan bahasa yang tidak patut, yang bisa mengarah pada dugaan pelanggaran etika profesi jurnalis.

“Pelit x bapak. Udah berapa tahun jadi kepala, minta dikit aja susah x. Y udah lah,” tulis akun yang diduga kuat merupakan wartawan yang bersangkutan.

Terkait hal ini, pihak MIN 7 enggan berkomentar lebih jauh. Namun situasi tersebut mempertegas pentingnya pembenahan perilaku sebagian oknum wartawan di lapangan, agar tidak mencoreng profesi jurnalis secara keseluruhan.

“Kalau wartawan bertindak seperti itu, maka jelas dia kehilangan marwahnya. Apalagi sampai memberitakan sesuatu dengan tekanan atau tendensi karena permintaan pribadinya tidak dipenuhi,” ujar salah satu guru yang enggan disebutkan namanya.

Kasus ini menjadi pelajaran penting tentang pentingnya verifikasi dalam praktik jurnalistik. Pemberitaan yang terburu-buru tanpa konfirmasi, apalagi dengan mencatut nama narasumber secara sepihak, tidak hanya merugikan individu tetapi juga mencoreng nama lembaga pendidikan yang seharusnya dijaga martabatnya.


(Redaksi)

Post a Comment

Previous Post Next Post