Longsor Hancurkan Rumah Warga, BPBD Aceh Timur Dikecam Gagal Mitigasi Bencana

JMNpost.com | Aceh Timur – Bencana longsor besar yang terjadi di tebing Sungai Krueng Arakundo, Desa Seuneubok Saboh, Kecamatan Pante Bidari, menghancurkan dua rumah dan memaksa dua keluarga mengungsi. Meski tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut, kerugian material diperkirakan mencapai puluhan juta rupiah. 10/6/2025

Peristiwa ini, yang diduga disebabkan oleh kelalaian dalam pengawasan lingkungan, menambah daftar panjang bencana yang seharusnya bisa dihindari. Menurut keterangan warga, erosi yang terus berlangsung selama bertahun-tahun telah melemahkan struktur tanah di sekitar sungai, tetapi hingga saat ini belum ada tindakan nyata dari pemerintah daerah untuk mengatasi masalah ini. Padahal, warga sudah berulang kali melaporkan tanda-tanda keretakan tanah yang mengkhawatirkan di sekitar tebing.

“Ini bukan kejadian yang tiba-tiba. Tanah sudah lama terkikis, tapi tidak ada upaya dari pemerintah untuk menguatkan tebing ini. Padahal, kami tinggal tepat di pinggir sungai,” kata seorang warga yang enggan disebutkan namanya, dengan nada penuh kekecewaan.

Dua rumah yang hancur total tersebut dihuni oleh Aminah, seorang janda miskin, dan Abdullah, seorang buruh tani. Saat ini, kedua keluarga tersebut terpaksa mengungsi dan tinggal menumpang di rumah kerabat, tanpa kepastian kapan mereka bisa kembali ke tempat tinggal mereka.

Aminah menceritakan detik-detik mencekam sebelum rumahnya jatuh ke sungai. “Sekitar pukul lima sore, tanah di depan rumah mulai retak. Saya segera minta bantuan warga untuk evakuasi barang-barang. Alhamdulillah, sebagian pakaian dan perabot rumah seperti lemari dan tempat tidur bisa diselamatkan. Tapi jam sembilan malam, tanah longsor total dan rumah saya jatuh ke sungai,” tuturnya, dengan air mata yang tak terbendung.

Kejadian ini kembali menyoroti lemahnya upaya pemerintah dalam mitigasi bencana, terutama di wilayah rawan seperti Pante Bidari. Tidak ada bronjong, talud penahan tanah, maupun sistem peringatan dini di kawasan tebing sungai. Hal ini menunjukkan betapa rentannya warga terhadap ancaman bencana yang seharusnya bisa dicegah.

Warga berharap agar pemerintah segera mengambil tindakan tegas, tidak hanya dengan memberikan bantuan darurat, tetapi juga menyediakan solusi jangka panjang yang nyata. 

“Kami tidak butuh janji. Kami butuh tindakan konkret agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Kalau bukan pemerintah yang melindungi rakyat, siapa lagi?” ujar seorang tokoh masyarakat setempat dengan penuh harap.

Kritikan keras datang dari tokoh muda Pante Bidari, Zulkifli Aneuk Syuhada, yang mengecam kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Timur dalam merespons bencana ini. Menurutnya, bencana ini tidak hanya murni disebabkan oleh faktor alam, tetapi juga oleh kelalaian pemerintah dalam mengantisipasi ancaman yang sudah lama terlihat.

“Ini bukan sekadar bencana alam, ini adalah bencana kelalaian. BPBD baru muncul setelah rumah hancur dan warga mengungsi. Di mana mereka saat laporan-laporan tentang erosi yang sudah masuk sejak lama?” tegas Zulkifli.

Menurut Zulkifli, pola penanganan bencana di Aceh Timur selama ini terlalu reaktif dan bukan preventif. Padahal, tebing Sungai Krueng Arakundo sudah seharusnya menjadi zona prioritas dalam upaya mitigasi bencana, dengan pemasangan bronjong, sistem peringatan dini, serta patroli berkala yang bisa mencegah bencana serupa.

“Kalau hanya datang bawa sembako dan tenda setelah semuanya hancur, itu bukan penanggulangan bencana. Itu hanya solusi sementara yang tidak menyelesaikan masalah,” ujar Zulkifli dengan tegas.

Ia juga mendesak agar pemerintah kabupaten mengevaluasi total kinerja BPBD dan mempercepat sinergi lintas sektor, mulai dari Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Lingkungan Hidup, hingga aparat desa.

“Kami minta Bupati turun tangan langsung. Jangan biarkan warga miskin menanggung akibat dari sistem yang lamban dan tidak peduli. Jangan sampai bencana seperti ini menjadi rutinitas tahunan yang tidak ada pembelajarannya,” pungkas Zulkifli dengan penuh semangat.


(Red) 

Post a Comment

Previous Post Next Post