JMNpost.com | Aceh Timur, - Ketua Laskar Anti-Korupsi Indonesia (LAKI) Aceh Timur, Saiful Anwar, meledakkan kritik tajam terhadap perilaku sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang diduga merangkap jabatan sebagai pengurus koperasi desa. Praktik rangkap jabatan ini disebut bukan hanya melanggar aturan, tapi juga mencederai akal sehat publik.
Menurut Saiful, rangkap jabatan ini paling kentara dalam struktur Koperasi Desa Merah Putih yang berada di bawah bayang-bayang ASN. “Banyak sekali kami temukan ASN yang menjabat sebagai ketua, sekretaris bahkan bendahara koperasi. Padahal dalam UU ASN dan Anggaran Dasar koperasi itu jelas dilarang,” kata Saiful, dengan nada yang tidak bisa lagi menyembunyikan kemuakan.
Pasal 71 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN secara tegas menyatakan bahwa PNS dan PPPK dilarang menjadi pengurus koperasi, yayasan, atau badan usaha lain yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Tapi di Aceh Timur, aturan itu seolah jadi sekadar teks mati.
“Ini bukan hanya soal pelanggaran administratif. Ini soal penyalahgunaan kekuasaan. Bagaimana mungkin kita bicara kemandirian ekonomi desa jika koperasinya dikendalikan oleh orang-orang yang punya akses ke anggaran dan kebijakan?” lanjut Saiful. Ia menyebut keterlibatan ASN dalam koperasi sebagai bentuk kolonialisasi kekuasaan terhadap ekonomi rakyat.
Saiful mendesak Bupati Aceh Timur untuk tidak tinggal diam. Ia menyebut, ini saatnya membuktikan apakah sang Bupati benar-benar punya nyali untuk menertibkan aparaturnya sendiri atau justru memilih tutup mata demi kenyamanan politik.
“Jika ingin bersih-bersih birokrasi, jangan cuma wacana. Ini momentum untuk menunjukkan bahwa Aceh Timur tidak dikelola oleh mentalitas feodal yang menganggap jabatan sebagai hak milik pribadi,” ujarnya lantang.
Lebih lanjut, LAKI juga meminta Inspektorat, Badan Kepegawaian, dan Dinas Koperasi untuk turun tangan mengaudit koperasi-koperasi desa yang terindikasi dikuasai ASN. Ia mengingatkan, banyak koperasi desa menerima suntikan dana dari pemerintah, sehingga transparansi dan akuntabilitas menjadi keharusan, bukan pilihan.
“Jangan tunggu ada OTT baru sibuk cari pembenaran. Pencegahan itu lebih murah daripada penyesalan,” sindirnya.
Desakan ini menjadi tamparan keras bagi para ASN yang menyalahgunakan jabatan untuk mengontrol badan usaha milik masyarakat. Tapi lebih dari itu, ini adalah ujian bagi Bupati Aceh Timur: apakah berani menegakkan integritas pemerintahan, atau memilih nyaman dalam diam?
(Red)
Post a Comment