JMNpost.com
| Aceh Singkil – Direktur PT Nafasindo, Abdul Kudus, membantah isu yang
menyebutkan bahwa kebun kelapa sawit seluas 3.007 hektare yang selama ini
dikelola perusahaannya telah diambil alih oleh Pemerintah Kabupaten Aceh
Singkil. Klarifikasi ini disampaikan dalam pernyataan resmi pada Kamis (22/5/2025),
merespons beredarnya informasi simpang siur di tengah masyarakat.
"Tidak
benar Hak Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit PT Nafasindo seluas 3.007 hektare
diambil alih oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil,” tegas Abdul Kudus.
Ia
menjelaskan bahwa saat ini proses perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) atas lahan
tersebut tengah berlangsung dan mengikuti prosedur yang berlaku di Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Permohonan
perpanjangan, kata dia, telah diajukan sejak November 2020, sebelum masa HGU
berakhir pada 11 Mei 2023.
Proses
perpanjangan meliputi pengukuran ulang batas HGU lama, penerbitan peta bidang
tanah (No.006-01.12-2020), dan pengajuan dokumen ke Kementerian ATR/BPN yang
diterima pada 11 November 2024. Hal ini dibuktikan dengan surat dari Kanwil
ATR/BPN Provinsi Aceh Nomor 69/SP-11.HP.02/X/2024.
Mengutip
Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No. 18 Tahun 2021 Pasal 71 Ayat 2, Abdul Kudus
menekankan bahwa permohonan pembaruan HGU masih sah karena diajukan dalam
jangka waktu maksimal dua tahun setelah hak berakhir.
Sementara
itu, Senior Manager PT Nafasindo, Malik Rusydi, menyoroti adanya upaya dari
pihak tertentu yang dinilai berusaha mengambil alih lahan secara tidak sah.
Menurutnya, tindakan semacam itu berpotensi masuk dalam ranah pidana.
"Upaya
mengambil alih HGU secara ilegal dapat dikategorikan sebagai pencurian aset
perusahaan, yang melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian dan Pasal 368 KUHP
tentang pemerasan,” ujar Malik.
Ia juga
mengimbau semua pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan
tidak melakukan tindakan provokatif yang dapat merugikan perusahaan maupun
masyarakat. Pihaknya, kata Malik, percaya bahwa Kementerian ATR/BPN akan
memproses perpanjangan HGU secara profesional dan transparan.
Malik
turut menyinggung program kemitraan perusahaan yang telah berjalan dengan tiga
kelompok tani di tiga desa dan tiga kecamatan, mencakup lahan seluas 661,48
hektare dengan keterlibatan 458 petani. Program tersebut diklaim sebagai bentuk
komitmen perusahaan terhadap pembangunan ekonomi masyarakat lokal.
Dalam
kesempatan yang sama, ia juga menanggapi hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang
digelar pada 20 Mei 2025 bersama Komisi II DPRK Aceh Singkil, pemerintah
daerah, instansi teknis, dan masyarakat. Menurutnya, pertemuan itu tidak
menghasilkan kesepakatan bersama.
"Berita
acara RDP tidak disepakati oleh semua pihak yang hadir,” tutup Malik.
Post a Comment