JMNpost.com | Trenggalek – Tiga orang oknum wartawan telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan terhadap sejumlah kepala desa di Kabupaten Trenggalek. Ketiga tersangka yang berinisial NS (54), MYD (43), dan HS (45), warga Tulungagung dan Malang, kini harus menghadapi proses hukum dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara.
Penetapan status tersangka dilakukan oleh jajaran Satreskrim Polres Trenggalek setelah penyelidikan mendalam berdasarkan laporan dari dua kepala desa yang menjadi korban. Ketiganya diamankan dalam sebuah operasi penangkapan di warung makan wilayah Kedunglurah, Kecamatan Pogalan, pada Selasa (13/5/2025) pukul 13.00 WIB.
Wakapolres Trenggalek, Kompol Herlinarto, mengungkapkan bahwa modus operandi para tersangka adalah dengan mengirimkan tautan berita yang menuduh adanya penyimpangan di desa korban. Mereka kemudian mengancam akan menyebarluaskan berita tersebut jika permintaan uang tidak dipenuhi.
Baca Juga: Gubernur Aceh Kembali Beraktivitas Usai Pemeriksaan Kesehatan di Luar Negeri
“Ketiganya adalah wartawan dari salah satu media daring di Tulungagung. Mereka menyalahgunakan profesi untuk menekan korban,” jelas Herlinarto dalam jumpa pers, Jumat (16/5/2025).
Kasus ini bermula sejak November 2024, ketika korban pertama berinisial B dimintai uang sebesar Rp20 juta. Pada 16 Januari 2025, korban kedua berinisial P dimintai Rp12 juta. Para pelaku bahkan meminta tambahan Rp10 juta untuk menghapus konten berita, yang kemudian diturunkan menjadi Rp5 juta.
“Link berita itu dikirim melalui pesan pribadi. Jika korban menolak, mereka mengancam akan menyebarkan atau membuat berita lanjutan yang merugikan,” lanjut Herlinarto.
Barang bukti yang disita dalam penggerebekan antara lain uang tunai Rp5 juta, tiga unit handphone, satu mobil Nissan Grand Livina warna silver lengkap dengan STNK dan kunci, serta tiga kartu pers yang digunakan untuk memuluskan aksi pemerasan.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 369 ayat (1) KUHP tentang pemerasan, subsider Pasal 335 ayat (1) ke-2 KUHP jo Pasal 55 KUHP. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama empat tahun.
Kasus ini menjadi perhatian serius. Kami menegaskan tidak ada tempat bagi siapapun yang menyalahgunakan profesi untuk melakukan tindak pidana,” tutup Herlinarto.
Post a Comment