Diduga Ribuan Hektar Hutan Produksi di Sijudo Dijual, Publik Minta APH dan KPH Segera Turun



JMNpost.com | Aceh Timur, - Dugaan praktik jual beli kawasan Hutan Produksi (HP) di Dusun Sijuek, Desa Sijudo, Kecamatan Pante Bidari, Aceh Timur, terus menuai sorotan. Informasi terbaru yang diperoleh JMN menyebut, luas lahan yang dijual kepada pengusaha berinisial RB bukan lagi ratusan, melainkan mencapai ribuan hektar dengan dalih untuk pembangunan masjid.

Seorang warga yang mengetahui proses tersebut mengungkap, pada awalnya hanya sekitar 300 hektar lahan yang dijual. Namun dalam perjalanan waktu, lahan itu kembali dijual seluas 500 hektar, bahkan disebut meluas hingga lebih dari seribu hektar.

“Awalnya yang saya tahu 300 hektar, lalu ditambah 500 hektar, dan terakhir katanya dijual lagi untuk pembangunan masjid seluas 80 hektar. Tapi saya tidak tahu pasti berapa totalnya karena saya tidak dilibatkan. Saya juga tidak setuju lahan itu dijual,” ujar sumber tersebut kepada JMN, Kamis (23/10/2025).

Nama-nama yang disebut dalam transaksi ini bukan orang sembarangan. Informasi yang dihimpun menyebut, mantan Keuchik Sijudo berinisial AL dan Ketua Tuha Peut Gampong (TPG) berinisial R diduga menjadi penghubung antara pengusaha RB dengan pihak di lapangan. Pertemuan pertama antara mereka disebut berlangsung di Kota Medan beberapa tahun lalu, kemudian berlanjut ke Idi Rayeuk, Aceh Timur.

Dalam pertemuan itu, RB dikabarkan sepakat membeli sekitar 100 hektar lahan dengan alasan membuka kebun alpukat yang diklaim sebagai milik kelompok masyarakat. Tak lama berselang, sekitar tahun 2024, alat berat berlabel Abulyatama diturunkan ke lokasi untuk membuka kawasan hutan yang sebagian sudah digarap warga.

“Yang 100 hektar itu sudah dibersihkan pakai eskavator,” ungkap sumber lain yang mengetahui aktivitas di lapangan.

Informasi terbaru yang diterima JMN menyebutkan, hingga akhir Oktober 2025, masih terdapat tiga unit eskavator yang beroperasi di kawasan tersebut. Menurut sumber di lapangan, beberapa alat berat lainnya telah ditarik keluar sejak awal bulan ini, namun sebagian aktivitas pembersihan lahan masih berlangsung secara terbatas.

“Masih ada tiga unit eskavator di lokasi. Selebihnya sudah dibawa pulang, tapi ada yang masih kerja di bagian atas,” kata sumber itu menambahkan.

Belakangan, pada pertengahan 2025, oknum yang sama disebut kembali menjual lahan lebih luas lagi, sekitar seribu hektar, kali ini dengan dalih hasil penjualan digunakan untuk pembangunan masjid.

“Katanya uang dari lahan itu untuk bangun masjid, tapi masyarakat merasa ditipu. Tidak jelas ke mana uangnya,” kata seorang warga Dusun Sijuek kepada JMN.

Penjualan lahan dalam kawasan Hutan Produksi ini dinilai sebagai pelanggaran serius. Selain mengancam tutupan hutan yang menjadi penyangga ekosistem, praktik itu juga berpotensi merusak habitat satwa langka seperti gajah, harimau, orangutan, dan beruang madu yang masih terdapat di wilayah tersebut.

Publik kini mendesak agar penegak hukum dan KPH tidak menutup mata. Praktik yang terkesan sistematis ini bukan hanya soal jual beli tanah negara, tetapi juga soal rusaknya kepercayaan masyarakat terhadap aparatur desa. Bila benar ada transaksi bernilai miliaran rupiah di balik nama pembangunan masjid, maka kasus ini harus dibongkar tuntas agar tidak menjadi preseden di daerah lain.

Sebelumnya, Kapolsek setempat pernah menyatakan akan segera turun ke lokasi untuk memastikan dugaan aktivitas di kawasan hutan tersebut.


Namun hingga berita ini diturunkan, ia belum memberikan jawaban apakah peninjauan itu sudah dilakukan atau belum. Beberapa sumber di lapangan menyebut, tim kepolisian sempat hadir ke lokasi beberapa waktu lalu, namun kepastian resmi dari pihak kepolisian belum diperoleh. Saat dikonfirmasi ulang, Kapolsek memilih tidak memberikan keterangan.

Post a Comment

Previous Post Next Post