JMNpost.com | Jakarta, - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsul Sani menyampaikan dissenting opinion (pendapat berbeda) dalam putusan tersebut perkara Nomor 40/PUU-XXIII/2025, dirinya menilai bahwa masa jabatan keuchik di Aceh seharusnya dapat diselaraskan dengan ketentuan nasional.
"Demi menjamin keseragaman hukum dan perlindungan hak konstitusional warga negara" sebagaimana tercantum dalam putusan tersebut
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo, Kamis (14-8/2025) Siang, para pemohon berargumen bahwa pembatasan masa jabatan keuchik selama enam tahun bertentangan dengan hak konstitusional mereka atas kesetaraan hukum dan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam UUD 1945.
Permohonan tersebut bertujuan agar masa jabatan keuchik di Aceh disesuaikan dengan ketentuan nasional, yakni delapan tahun sebagaimana diatur dalam UU Desa terbaru.
Mereka mengacu pada Putusan MK Nomor 92/PUU-XXII/2024 dan UU Nomor 3 Tahun 2024 yang menetapkan masa jabatan kepala desa secara nasional menjadi delapan tahun.
Namun, mayoritas hakim MK menolak permohonan tersebut, menyatakan bahwa ketentuan dalam UU Pemerintahan Aceh tetap sah dan berlaku karena merupakan bagian dari kekhususan Aceh sebagai daerah otonomi khusus.
"menolak secara keseluruhan permohonan lima keuchik asal Aceh yang mengajukan uji materi terhadap Pasal 115 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh" mengutip pembacaan putusan perkara Nomor 40/PUU-XXIII/2025
Arsul menekankan bahwa meskipun Aceh memiliki kekhususan, prinsip kesetaraan dan kepastian hukum tetap harus dijunjung tinggi.
Putusan ini menegaskan ketegangan antara otonomi daerah dan harmonisasi hukum nasional. Meski Pemerintah Aceh dan DPRA telah menyatakan tidak keberatan terhadap penerapan UU Desa di Aceh, MK tetap mempertahankan norma lokal yang berlaku hingga ada perubahan legislasi atau putusan baru yang mengubahnya.

Post a Comment