Dikutip dari laporan suaraindonesia-news.com, PT Parama disebut tidak menunjukkan dokumen pembelian BBM, seperti invoice atau bukti lain yang bisa memastikan penggunaan BBM non-subsidi. Hal ini menambah kecurigaan bahwa proyek pembukaan lahan seluas lebih dari 7.000 hektare itu disokong oleh distribusi solar subsidi, yang semestinya hanya diperuntukkan bagi petani, nelayan, dan UMKM.
Dalam pernyataan resmi yang disampaikan kepada suaraindonesia-news.com, Humas PT Parama, Muhammad Ali, mengatakan bahwa pihak perusahaan telah melibatkan enam kontraktor resmi untuk kegiatan land clearing, pembangunan jalan dan parit. Beberapa yang disebutkan antara lain PT Lestari Insan Makmur (492,90 hektare), PT Sahabat Cahaya Traktor (277,45 hektare), serta PT Cahaya Harapan Jaya Bersama (129,44 hektare). Pekerjaan lain melibatkan CV AW Generation, PT Asoe Nanggroe, dan CV Bugi Jaya Nusantara.
Namun saat dikonfirmasi terkait BBM, Ali menyatakan bahwa urusan bahan bakar bukan tanggung jawab perusahaan.
"Soal BBM subsidi, kami tidak mengetahui dan tidak terlibat. Itu urusan masing-masing kontraktor,” ujar Muhammad Ali seperti dikutip suaraindonesia-news.com.
Pernyataan pihak PT Parama tersebut justru menuai kecaman dari warga setempat yang aktif memantau aktivitas proyek. Seorang sumber yang melihat langsung operasional alat berat di lapangan menganggap alasan “tidak tahu” itu tak masuk akal.
"Lucu aja kalau manajer bilang gak tahu soal solar subsidi. Di lapangan itu jelas-jelas ada foto jeriken dan sempat saya lihat minyak itu. Masak perusahaan gak tahu-menahu? Aneh,” ujarnya kepada redaksi JMNpost.com, Minggu (22/6).
Menurutnya, setiap perusahaan besar mestinya memiliki sistem kontrol internal, terutama dalam hal pembiayaan dan logistik, termasuk pengadaan bahan bakar.
"Gak mungkin kontraktor jalan sendiri tanpa pengawasan. Apalagi BBM termasuk komponen operasional utama. Kalau perusahaan diam, bisa jadi karena sengaja diam,” tambahnya.
Jika benar BBM subsidi digunakan dalam aktivitas perusahaan besar, maka hal itu berpotensi melanggar Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014, yang secara tegas mengatur bahwa solar subsidi hanya boleh digunakan oleh sektor tertentu yang dilindungi negara. Penggunaan untuk operasional alat berat di sektor swasta masuk dalam kategori penyalahgunaan.
Selain isu BBM, PT Parama juga dikritik karena diduga tidak menjalin kemitraan resmi dengan pelaku usaha lokal sebagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal serta Permen BKPM No. 1 Tahun 2022. Enam kontraktor yang disebutkan PT Parama juga belum diketahui berasal dari Aceh Timur atau luar daerah.
“Kalau semua kontraktor dari luar daerah, apa gunanya mereka datang ke sini? Rakyat cuma jadi penonton di tanah sendiri,” kata seorang tokoh pemuda Banda Alam.
Redaksi JMNpost.com akan terus menelusuri dugaan keterlibatan SPBU lokal dalam distribusi BBM subsidi ke lokasi proyek, serta menunggu tanggapan dari pemerintah daerah dan aparat penegak hukum. Bila tak ada penindakan, publik layak menduga bahwa investasi di Banda Alam sedang dibiarkan melenggang di atas pelanggaran.
Catatan redaksi:
Sebagian informasi dalam laporan ini merujuk pada pemberitaan suaraindonesia-news.com yang telah lebih dulu mempublikasikan pernyataan resmi PT Parama serta hasil konfirmasi lapangan terkait dugaan penggunaan BBM subsidi.
Post a Comment