Geuchik di Aceh Utara Tuding Masyarakat Begini, Warga Balik Layangkan Bukti Begitu


JMNpost.com | Aceh Utara, – Sejumlah warga Gampong Rayeuk Pange, Kecamatan Pirak Timu, Aceh Utara, membantah keras tudingan yang menyebut mereka telah mencemarkan nama baik Geuchik gampong setempat melalui aksi mosi tidak percaya yang dilaporkan media FaktaNews24.com.

Dalam pernyataan terbuka yang diterima JMNpost.com pada Selasa (17/6), lima warga yang menginisiasi gerakan mosi tidak percaya menyebut tuduhan tersebut tidak berdasar dan justru merupakan upaya membungkam kritik sah masyarakat terhadap ketidakjelasan pengelolaan Dana Desa tahun anggaran 2023–2024.

“Kami bertindak berdasarkan kekhawatiran yang nyata, bukan karena dendam pribadi. Tuduhan pencemaran nama baik itu sangat tidak benar,” ujar T. Muhammad Yasir, salah satu inisiator, mewakili empat warga lainnya: Rasyidin, M. Aris, Aris Munandar, dan T. Sayuti.

Menurut mereka, kegelisahan warga justru muncul setelah menerima informasi langsung dari Sekretaris Desa Gampong Rayeuk Pange, Irfan Daud. Dalam perbincangan informal, Sekdes disebut menyampaikan bahwa kondisi administrasi dan keuangan desa tidak sedang baik-baik saja. Menyikapi hal itu, warga kemudian meminta bukti lebih lanjut.

Tak lama kemudian, Sekdes mengirimkan selembar dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong (APBG) melalui akun WhatsApp milik M. Aris. Dokumen itu kemudian diperoleh kembali dalam bentuk fotokopi dari salah satu anggota Tuha Peut, T. Sayuti, yang menyerahkannya secara terbuka kepada warga.

Setelah dokumen dipelajari, warga berinisiatif mengonfirmasi keabsahan dan realisasi APBG tersebut kepada Ketua Tuha Peut, M. Dahlan. Dalam dialog itu, Dahlan menyebut bahwa dokumen APBG tahun 2024 “sudah ditandatangani sebagian,” namun bagian realisasinya belum. Pernyataan itu dianggap janggal dan membingungkan, sehingga menimbulkan kecurigaan lebih lanjut.

“Kami bahkan menyarankan agar Geuchik menggelar rapat terbuka bersama masyarakat. Tapi Ketua Tuha Peut menolak dengan alasan sudah diserahkan ke Inspektorat,” ujar Rasyidin.

Karena merasa aspirasi tidak ditanggapi secara serius, warga pun menggelar aksi mosi tidak percaya secara terbuka di kantor desa. Aksi ini awalnya dijanjikan akan didampingi oleh Sekdes Irfan Daud. 

Namun dalam pelaksanaannya, Sekdes tidak hadir di lokasi, dan warga pun menyampaikan aspirasi tanpa penyambutan dari pihak pemerintahan desa.

“Kami datang dengan damai, hanya ingin kejelasan. Tapi Sekdes yang berjanji akan mendampingi pun tidak muncul. Ini menjadi kekecewaan kedua kami,” tambah M. Aris.

Warga menegaskan bahwa langkah yang mereka tempuh sepenuhnya legal dan konstitusional, sebagaimana diatur dalam Pasal 68 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang memberikan hak kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa, termasuk keuangan.

Terkait tudingan Geuchik yang menyebut warga telah mencemarkan nama baiknya di media, mereka menilai pernyataan tersebut sebagai pengalihan isu yang tidak menyentuh substansi masalah.

“Yang kami pertanyakan adalah transparansi dana publik. Itu bukan soal pribadi, tapi soal tanggung jawab pejabat kepada masyarakat. Kami tidak menyebar fitnah, kami hanya meminta kejelasan,” tegas Aris Munandar.

Seperti diketahui sebelumnya, Ketua Tuha Peut M. Dahlan menyampaikan bahwa laporan realisasi APBG 2024 tidak pernah dibahas dan disahkan bersama lembaga Tuha Peut. Pernyataan ini kemudian memicu reaksi dari pihak pemerintah gampong yang membantah klaim tersebut.

Geuchik dan Camat Pirak Timu dalam pemberitaan sebelumnya menyatakan bahwa dokumen LPJ tahun 2023 sudah disampaikan, dan laporan tahun 2024 juga telah dimediasi. Mereka juga menyebut bahwa pembahasan APBG 2025 telah dilakukan bersama perangkat dan Tuha Peut.

Sementara itu, Inspektorat Aceh Utara disebut tengah melakukan proses audit terhadap realisasi Dana Desa di Gampong Rayeuk Pange. Hingga berita ini diturunkan, belum ada kejelasan kapan hasil audit tersebut akan diumumkan ke publik.

Warga berharap tudingan pencemaran nama baik tidak digunakan sebagai dalih untuk membungkam partisipasi masyarakat. Mereka menegaskan bahwa aksi yang dilakukan adalah bagian dari demokrasi desa dan bentuk kepedulian terhadap pengelolaan anggaran yang bersumber dari uang rakyat.

Redaksi

Post a Comment

Previous Post Next Post