![]() |
Dedi Mulyadi |
JMNpost.com | Jakarta, - Media asing asal Singapura, Channel News Asia (CNA), menyoroti sejumlah program kontroversial yang dijalankan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Salah satu program yang menjadi sorotan adalah kamp pelatihan militer bagi siswa sekolah menengah pertama (SMP) yang dianggap bermasalah.
Dalam artikel berjudul "Innovative or 'dangerous'? Indonesia's local
leaders raise eyebrows with vasectomy-for-aid and other schemes," CNA
menggambarkan suasana pelatihan tersebut, di mana puluhan remaja mengenakan
seragam hijau mirip tentara, berbaris rapi sambil meneriakkan yel-yel semangat.
Program pelatihan militer tersebut diklaim oleh Dedi sebagai upaya untuk
mendisiplinkan para siswa yang bermasalah. Pemprov Jawa Barat bahkan telah
mengalokasikan anggaran sebesar Rp 6 miliar untuk program ini, dengan target
2.000 siswa.
Namun, program ini menimbulkan pro dan kontra. Beberapa pihak, termasuk
anggota parlemen dan kelompok hak asasi manusia, mengkritik kebijakan tersebut.
Mereka mempertanyakan apakah metode militer adalah pendekatan yang tepat untuk
mendidik anak-anak.
Selain program militer, CNA juga menyoroti kebijakan kontroversial lain yang
digagas Dedi, yaitu pemberian insentif bagi para suami yang ingin menerima
bantuan sosial dengan syarat menjalani vasektomi. Dedi menyebut kebijakan ini
sebagai bentuk tanggung jawab bersama untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk.
Jawa Barat, dengan populasi sekitar 50 juta jiwa, adalah provinsi terpadat
di Indonesia, dan sekitar 7,5 persen penduduknya hidup dalam kemiskinan. Dedi
menawarkan insentif tunai sebesar Rp 500.000 bagi mereka yang bersedia
menjalani vasektomi.
"Ini bukan paksaan, melainkan undangan untuk tanggung jawab
bersama," ujar Dedi seperti dikutip CNA.
Tidak hanya Dedi, CNA juga mengulas kebijakan kontroversial pemimpin daerah
lain, seperti Gubernur Jakarta Pramono Anung yang mewajibkan pegawai negeri
sipil (PNS) menggunakan transportasi umum dan mengambil swafoto sebagai bukti.
Selain itu, Bupati Gorontalo Sofyan Puhi yang melarang waria bernyanyi di
panggung selama acara juga mendapat sorotan.
Para analis yang dikutip CNA menilai bahwa program-program semacam ini dapat
secara signifikan memengaruhi popularitas para pemimpin daerah, baik secara
positif maupun negatif.
Post a Comment