65.000 Anak Palestina di Gaza Terancam Tewas Kelaparan akibat Blokade Israel

Ilustrasi kelaparan dan kekurangan pangan di Gaza, Palestina. Foto: UNRWA


"70 hari penutupan perbatasan oleh Israel memperburuk keruntuhan sistem kemanusiaan dan kesehatan di Gaza"

JMNpost.com | Ketika dunia berputar dengan hiruk-pikuknya, Gaza merintih dalam senyap. Di balik tembok-tembok yang menjulang, di antara reruntuhan yang menjadi saksi bisu derita, lebih dari 65.000 anak-anak Palestina kini berdiri di tepi jurang kelaparan. Mereka bukan hanya angka dalam statistik, tetapi wajah-wajah yang kurus, mata yang sayu, dan tubuh-tubuh mungil yang kehilangan masa depan.

Pemerintah Gaza, dalam sebuah pernyataan resmi yang dirilis Jumat, mengungkapkan kenyataan pahit yang dihadapi warganya. Sudah lebih dari dua bulan Israel memberlakukan blokade ketat terhadap Jalur Gaza. Blokade yang tidak hanya menghentikan laju barang dan bantuan, tetapi juga merampas hak hidup jutaan manusia.

“Pendudukan Israel sedang merekayasa kelaparan yang membunuh warga sipil,” tegas pernyataan Kantor Media Gaza. Pernyataan ini bukan sekadar kata-kata. Penutupan total penyeberangan dan pemblokiran 39.000 truk bantuan yang seharusnya membawa makanan, bahan bakar, dan obat-obatan, telah melumpuhkan Gaza. Semua toko roti telah berhenti beroperasi selama lebih dari 40 hari. Ketika roti tak lagi ada, kehidupan pun ikut terenggut.

Roti, sebuah makanan pokok, menjadi barang langka. Anak-anak yang dulu bermain di gang-gang sempit Gaza kini hanya bertahan dengan tubuh lemah dan perut kosong. Sebanyak 65.000 anak-anak berada dalam ancaman kelaparan akut, tubuh mereka menjadi saksi bisu dari ketidakadilan yang ditimpakan.

Angka kematian di Gaza terus meningkat, hampir 52.800 jiwa telah tewas sejak Oktober 2023, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Setiap serangan, setiap ledakan, bukan hanya menghancurkan bangunan tetapi juga merobek mimpi-mimpi kecil yang pernah hidup di mata anak-anak itu.

“Israel menggunakan kelaparan sebagai senjata untuk melawan warga sipil,” seru pernyataan tersebut. Blokade ini tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga menampar wajah kemanusiaan global. Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) bahkan telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant, namun derita Gaza terus berlanjut.

Sementara itu, masyarakat internasional masih terjebak dalam retorika, sementara tubuh-tubuh kecil di Gaza terus melemah. Pada titik ini, kata “darurat” sudah kehilangan maknanya. PBB dan negara-negara dunia didesak untuk bertindak, untuk menghentikan blokade, dan untuk memastikan bahwa anak-anak Gaza dapat merasakan kembali arti hidup.

Tetapi akankah ada yang mendengar? Ataukah Gaza hanya akan menjadi catatan sejarah lain tentang kemanusiaan yang gagal?")



Post a Comment

Previous Post Next Post