JMNpost.com | Sejumlah warga dari tiga desa di Kecamatan Paya Bakong dan Pirak Timu, Kabupaten Aceh Utara, menyatakan penolakan terhadap somasi yang dilayangkan oleh PT. Bahruny Plantation Company (PT Bapco), perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mengklaim sebagai pemegang Hak Guna Usaha (HGU) di wilayah tersebut.
Somasi tersebut dikirimkan kepada warga Gampong Alue Lhok, Seuneubok Aceh, dan Buket Pidie. Isinya meminta warga segera mengosongkan lahan yang oleh perusahaan diklaim sebagai bagian dari HGU PT Bapco seluas 1.019,9 hektare. Perusahaan juga menyatakan akan menempuh jalur hukum apabila somasi tersebut tidak diindahkan.
Namun warga menilai langkah perusahaan tidak berdasar dan justru menimbulkan keresahan. Mereka mempertanyakan keabsahan legalitas HGU yang diklaim perusahaan. Menurut warga, lahan tersebut telah mereka kelola sejak puluhan tahun lalu dan sebelumnya merupakan kawasan hutan yang terbengkalai.
“Lahan ini sudah kami garap sejak lebih dari 30 tahun lalu. Kami tanami pinang, durian, pisang, dan lainnya. Kalau memang ini lahan HGU, mengapa tidak pernah dikelola? Bahkan saat itu hutan ini menjadi sarang binatang buas,” kata Sofian, salah satu perwakilan warga yang menerima somasi, Rabu (25/6/2025).
Somasi yang dilayangkan PT Bapco, menurut warga, juga tidak disertai dokumen resmi legalitas perusahaan. Geuchik Gampong Alue Lhok, Bukhari, mengaku menerima surat somasi tersebut dalam sebuah amplop tanpa kop perusahaan, tertanggal 8 Maret 2025.
Dalam surat itu, PT Bapco melalui Head Legal, Debi Hendra, dan Estate Manager, Adi Santoso, menuding warga bernama Nasir telah menguasai sekitar dua hektare lahan yang diklaim sebagai bagian dari HGU mereka. Perusahaan bahkan menyebut bahwa total lahan yang dikuasai masyarakat mencapai 59,5 hektare dan mengklaim kerugian mencapai Rp42,8 miliar.
Nasir membantah tudingan tersebut. Ia menegaskan bahwa lahan itu merupakan bekas hutan tak terurus yang telah dimanfaatkan warga secara produktif. Warga juga menyayangkan lemahnya respon pemerintah kecamatan atas konflik yang telah berlangsung sejak tahun 2022.
“Kami sudah pernah meminta bantuan pemerintah kecamatan, tapi hanya sekali dipertemukan. Setelah itu, kami harus menghadapi semuanya sendiri,” ujar M. Nasir, diamini warga lainnya, Abdul Manaf.
Warga berharap pemerintah, terutama Badan Pertanahan Nasional (BPN), dapat segera turun tangan untuk mengevaluasi status lahan yang disengketakan. Mereka mendesak agar dilakukan pengukuran ulang serta pemeriksaan legalitas HGU yang diklaim PT Bapco.
“Kami ragu ada pengukuran ulang saat perpanjangan HGU tahun 2016. Kalau pun ada, mengapa warga tidak dilibatkan atau diberi tahu? Kami berharap pemerintah bertindak adil,” lanjut warga.
Sementara itu, pihak PT Bapco melalui Estate Manager Adi Santoso, membenarkan bahwa somasi telah dikirimkan kepada warga. Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari upaya hukum perusahaan untuk mempertahankan hak atas lahan.
“PT Bapco memiliki legalitas yang sah terhadap areal perkebunan yang dimaksud dan memiliki dokumen HGU yang dikeluarkan oleh BPN,” ujar Adi saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Kamis (26/6/2025).
Perusahaan juga membantah telah menelantarkan lahan yang disengketakan. Menurut mereka, lahan tersebut tetap tercakup dalam pengelolaan dan pengawasan perusahaan.
Hingga saat ini, polemik antara PT Bapco dan warga tiga desa tersebut masih terus bergulir. Masyarakat meminta agar persoalan ini tidak diselesaikan sepihak oleh perusahaan, melainkan melalui jalur mediasi yang melibatkan semua pihak, termasuk pemerintah daerah dan lembaga agraria yang berwenang.
Reporter : Masri/Efendi Noerdin
Post a Comment