Kami Rindu Bupati Banyak Aksi Bukan Pencitraan

Kami Rindu Bupati Banyak Aksi Bukan Pencitraan

Opini
Ditulis Oleh: Fahmi

Di tengah panggung pemerintahan hari ini, publik semakin kesulitan membedakan mana pemimpin dan mana selebgram. Kamera berputar lebih cepat dari program berjalan. Sudut pengambilan gambar lebih diperhatikan ketimbang sudut pandang rakyat. Suara rakyat tenggelam dalam suara efek suara. Di tengah hiruk-pikuk itulah, nama satu orang kembali muncul dari benak kami dengan rindu yang tenang tapi tajam: H. Hasbalah bin H. M Thaib, atau yang akrab disapa Roky.

Roky adalah bupati Aceh Timur dua periode. Dalam masanya, kami tidak pernah melihat akun Instagram pemerintah dipenuhi editan ala sinetron. Tidak ada drone yang berputar mengelilingi wajahnya. Tidak ada footage lambat-lambat dari dirinya berjalan penuh gaya di jalan rusak. Yang ada hanyalah hasil: delapan kali WTP berturut-turut. Sebuah capaian audit keuangan yang, dalam dunia birokrasi, tidak bisa dicapai dengan menari di depan kamera.

WTP itu bukan gelar kosmetik. Ia adalah pengakuan tertinggi dari negara bahwa daerah dikelola dengan rapi, transparan, dan akuntabel. Dan Roky melakukannya tanpa gimik. Sementara di luar sana, banyak kepala daerah ditangkap KPK, masuk berita bukan karena prestasi, melainkan karena operasi tangkap tangan. Roky menunjukkan bahwa kepemimpinan bukan soal popularitas, tapi soal tanggung jawab.

Yang paling kami rindukan darinya adalah keberaniannya mengambil keputusan, tanpa takut kehilangan popularitas. Roky bukan tipe pemimpin yang mendengar karena takut viral, tapi karena tahu bahwa mendengar adalah tugas dasar dari pemegang amanah. Ia tidak bermain peran, tidak membaca naskah dari tim pencitraan, dan tidak bersembunyi di balik layar.

Rakyat menyambutnya tanpa pagar-pagar panjang. Tak ada protokoler yang mengusir pedagang kecil. Tak ada perasaan terintimidasi saat ia datang ke gampong. Roky justru hadir sebagai bagian dari masyarakat, bukan bagian dari elit kekuasaan yang merasa lebih tinggi.

Dan ya, jangan lupakan satu hal yang jarang dimiliki pemimpin hari ini: kecintaannya pada olahraga. Roky bukan hanya menyuruh orang lain berolahraga, tapi ia sendiri ikut turun. Dari lapangan bola hingga kegiatan pemuda, ia bukan hanya pengunjung acara, tapi bagian dari semangat itu sendiri. Bukan penonton, tapi pelaku. Karena ia paham, olahraga bukan hanya alat pencitraan, tapi jalan membangun karakter dan daya juang generasi.

Kini, kondisi berubah drastis.
Kita dipimpin oleh mereka yang terlalu sibuk membangun panggung, tapi lupa membangun pondasi. Yang lebih ahli membuat konten daripada membuat kebijakan. Rakyat tidak lagi merasa memiliki pemimpin. Yang ada hanyalah jarak dan layar.

Masalah-masalah mendasar seperti jalan rusak, akses air bersih, gaji honorer yang tersendat, gaji aparat gampong tertahan, ditanggapi bukan dengan kebijakan, tapi dengan klarifikasi estetik. Setiap kritik dibalas dengan video narasi. Setiap fakta ditutup dengan konferensi pers yang lebih fokus pada penyelamatan nama baik.

Kami tidak butuh itu.
Kami butuh keberpihakan.
Kami butuh kehadiran.
Kami butuh kejujuran.
Kami butuh seorang seperti Roky.

Kami rindu masa ketika rakyat bicara, pemimpin mendengar. Bukan zaman seperti sekarang, di mana rakyat bicara, pemimpin sibuk melihat engagement post terakhirnya.

Kami rindu masa ketika program bukan dimulai dari desain flyer, tapi dari pertemuan dengan rakyat.
Kami rindu masa ketika satu keputusan penting bisa diambil dalam ruang musyawarah, bukan dalam ruang editing video.

Karena kami percaya, kekuasaan yang baik tidak butuh kamera. Ia cukup hidup dalam kerja.
Dan Roky, dengan segala kekurangannya sebagai manusia biasa, telah membuktikan satu hal sederhana:
menjadi pemimpin itu bukan soal tampil, tapi soal bertanggung jawab.



Post a Comment

Previous Post Next Post